Sabtu 26 Aug 2017 16:44 WIB

Para Pemimpin Agama AS Rencakan Demonstrasi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Demonstran berkumpul di luar Gedung Putih di Washington,  memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump (Ilustrasi)
Foto: AP Photo/Susan Walsh
Demonstran berkumpul di luar Gedung Putih di Washington, memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemuka agama Kristen AS, Alfred Charles Sharpton Jr., menyeru lebih dari 1.000 pemimpin dari berbagai agama untuk menggelar aksi pada Senin mendatang di Washington. Ia berharap, aksi ini jadi pendekatan moral bagi perbaikan pemerintahan Presiden Donald Trump.

Aksi ini sudah direncanakan jauh sebelum aksi para tokoh supremasi kelompok putih yang berujung ricuh pada awal bulan ini di Charlottesville. Meski begitu, Sharpton tak memungkiri aksi tersebut makin menyemangati rencana aksi pada Senin mendatang.

''Charlottesville memberi energi baru. Banyak yang menyebut inilah saatnya untuk menyampaikan pernyataan moral,'' kata Sharpton seperti dikutip The Washington Post, Jumat (25/8).

Sharpton menyatakan, bila Trump menyerukan persatuan, warga AS akan menunjukkannya. Persoalannya, pada siapa Trump memihak?

Berdasarkan izin yang dikeluarkan Pusat Layanan Taman Nasional, aksi ini akan dimulai pada pukul 10 pagi di dekat Martin Luther King Memorial di barat lapangan polo Potomac. Aksi ini akan diiringi doa bersama dan pernyataan sikap para tokoh yang hadir. Peserta aksi kemudian akan berjalan kaki ke Departemen Hukum. Aksi ini akan dihadiri tokoh Yahudi, Kristen, dan Muslim.

''Kami mengajak semua pemuka agama untuk membuat pernyataan moral. Ada beberapa isu moral yang tidak bisa dinegosiasikan,'' kata Sharpton.

Direktur Religious Action Center of Reform Judaism, Jonah Pesner mengatakan, penting bagi para pemimpin Yahudi untuk datang pada aksi Senin mendatang. Pesner sendiri merupakan satu dari sekian banyak rabbi yang menolak hadir dalam konferensi tahunan yang dihadiri Trump pascaaksi di Charlottesville.

''Kami pastikan semua orang merasakan keadilan dan kesetaraan. Ini tugas kami melawan tekanan, rasisme, dan kebencian dalam berbagai bentuk,'' ungkap Pesner.

Sharpton dan Trump sendiri punya cerita panjang. Dalam kasus Central Park jogger pada 1989, Sharpton membela lima pemuka kulit hitam yang dituding menyerang seorang wanita kulit putih yang sedang jogging di Central Park. Sementara Trump, melalui surat terbuka, meminta lima pemuda itu dihukum mati. Kelima pemuda itu akhirnya dibebaskan pada 2002 setelah akhirnya seorang pria mengaku menyerang si wanita kulit putih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement