Selasa 26 Sep 2017 20:54 WIB

Buruh Migran Ragukan BNP2TKI Punya Format Baru Kelola TKI

Red: Ratna Puspita
Aksi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aksi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meragukan keseriusan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tentang klaim memiliki format baru tata kelola Tenaga kerja Indonesia (TKI).

"Saya ragu. Apakah benar mereka punya format tata kelola yang baru? Karena sampai saat ini belum ada perbaikan pelayanan BNP2TKI bagi para buruh migran," kata Sekretaris Jenderal SBMI Bobby Alwi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (26/9). 

Penegasan tersebut terkait dengan pernyataan Kepala BNP2TKI Nusron Wahid bahwa lembaganya telah menyusun dan merumuskan solusi terkait penempatan TKI ke Timur Tengah yang sejak 2012 hingga kini berstatus dimoratorium. "Kami memang sedang menyusun solusi-solusi baru dan merumuskan format tata kelola penempatan dan perlindungan TKI yang baru sebagai solusi ketika nanti moratorium TKI ke Timur Tengah dicabut," kata Nusron. 

Bobby menegaskan, tata kelola pelayanan TKI bisa dibilang baik jika administrasi bagi para buruh migran sudah bagus, perlindungan maksimal, penempatan kerja yang sesuai, keterampilan cukup bagi para buruh migran dan koordinasi yang baik antara lembaga pemerintah. "Kalau itu sudah terlaksana semuanya, maka bisa dipastikan tata kelola TKI sudah bagus. Tapi sayangnya semua itu belum terjadi," ujar Bobby. 

Karena itu, kata dia, SBMI akan menolak jika moratorium akan dicabut sebab hal itu bisa dikatakan sebagai alat untuk melindungi WNI.  "Pemerintah belum siap jika moratorium dicabut. BN2PTKI jangan memaksakan kehendak, lebih baik fokus memperbaiki tata kelola bagi TKI," imbuhnya. 

Bobby menjelaskan, selama moratorium saja, masih banyak keselamatan TKI di Timur Tengah yang terancam. Berdasarkan pantauan yang dilakukan SBMI, walau terjadi moratorium pengiriman pembantu rumah tangga ke Arab Saudi pada 2011, jumlah TKI di negara tersebut mencapai 1,5 juta orang.

Dari jumlah tersebut, banyak di antara mereka yang terlibat kasus hukum, antara lain penganiayaan, pemerkosaan hingga pembunuhan.  Bahkan, menurut data Kementerian Luar Negeri, terdapat setidaknya 20 WNI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. 

Siti Zainab adalah salah seorang dari empat warga Indonesia yang dieksekusi mati di Arab Saudi. Bahkan, tambah Bobby, pada satu dekade terakhir setidaknya ada empat pembantu rumah tanggal asal Indonesia yang sudah dieksekusi mati, yaitu Yanti Iriyanti (2008), Ruyati (2011), serta Siti Zainab dan Karni (2015).

Bobby juga menyayangkan keberadaan dua lembaga yang mengurus TKI tak akur.  "Dari dulu tarung melulu, zamannya Muhamin Iskandar tarung dengan Jumhur Hidayat, sekarang Hanif Dakhiri VS Nusron Wahid, " katanya. 

Jadi, dia menegaskan, dua lembaga ini jadi problem. Alih-alih melindungi malah menambah problem Perlindungan Buruh Migran di Indonesia. Bobby mencatat dua lembaga pemerintah ini semuanya bertanggung jawab kepada presiden. 

"Ini berbeda dengan konsep kelembagaan di Filipina. POEA (Public Overseas Employment Agency, seperti BNP2TKI) yang fungsinya pelaksana itu bertanggung jawab pada Departement of Labour, " kata Bobby. 

Celakanya, tambahnya, revisi UU Perlindungan Buruh Migran Indonesia yang digodok saat ini, tata kelola kelembagaannya sama seperti yang ada saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement