Jumat 03 Nov 2017 00:01 WIB

Pemerintah: UU ITE tidak Bertentangan dengan UUD 1945

Red: Ani Nursalikah
Media Sosial
Foto: Antara
Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang memuat larangan menyebar kebencian tidaklah bertentangan dengan UUD 1945.

"Frasa 'antargolongan' dalam pasal a quo tidaklah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, frasa a quo justru menjamin, melindungi, dan menghormati hak asasi manusia dari perbuatan penyebaran kebencian," ujar Samuel ketika memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (2/11).

Samuel memberikan keterangan selaku perwakilan dari pemerintah dalam uji materi Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diajukan oleh Habiburokhman yang berprofesi sebagai advokat.

Samuel menjelaskan pemerintah berpendapat frasa 'antargolongan' yang terdapat pada pasal a quo ditujukan apabila terjadi pada kasus-kasus yang bersifat provokatif yang dengan sengaja melahirkan informasi negatif yang memicu pertikaian atau kerusuhan atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Ketentuan yang ada pada pasal a quo telah sesuai dengan hukum positif Indonesia dan hukum internasional tentang hak-hak sipil dan politik," jelas Samuel

Hukum positif ini, kata Samuel, bertujuan mengatur perbuatan hukum penyebaran informasi yang bermuatan ujaran kebencian di dunia siber. "Menurut Pemerintah, apabila frasa a quo dihilangkan, malah akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekosongan hukum terhadap pelanggaran yang ditujukan subjek kelompok di luar suku, agama, dan ras," jelas Samuel.

Habiburokhman selaku pemohon melakukan uji materiil Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, karena berpotensi dijadikan alat untuk mengkriminalisasi pemohon.

Menurut pemohon ketentuan a quo tidak memberikan definisi yang jelas terkait dengan frasa 'antargolongan', terutama bagi warga negara yang ingin mengeluarkan pendapat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement