Selasa 28 Nov 2017 00:08 WIB

Purbalingga Ekspor 100 Ton Gula Kristal per Bulan

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Dwi Murdaningsih
Gula Kristal Putih
Foto: CORBIS
Gula Kristal Putih

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Gula krital asal Kabupaten Purbalingga, sudah menembus pasar berbagai negara. Kepala Bidang Perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Purbalingga, Agus Purhadi Saty, menyebutkan gula kristal asal Purbalingga yang diekspor ke berbagai negara Asia, Eropa dan AS ini, mencapai 100 ton per bulan.

''Namun sayangnya, ekspor gula tersebut tidak dilakukan langsung oleh eksportir asal Purbalingga. Melainkan masih melalui buyer atau eksportir dari luar daerah,'' kata dia, Senin (27/11).

Dengan demikian, kata Agus, harga gula kristal yang dinikmati petani masih belum optimal. Meski pun dibandingkan dengan harga gula jawa, harga gula kristal yang dieskpor dalam bentuk serbuk, masih jauh lebih tinggi. ''Harga gula kristal di tingkat petani sekitar Rp 15 ribu per kg. Sedangkan gula jawa, hanya dihargai Rp 6.000,'' ucapnya.

Dia menyebutkan, di Purbalingga setidaknya ada lima orang penampung gula kristal untuk pasokan pasar ekspor. Mereka menampung gula kristal dari para petani di seluruh wilayah Purbalingga. Rata-rata dalam setiap bulan, mereka menampung sekitar 18-20 ton dari para perajin.

Dari mereka lah, para eksportir mendapatkan pasokan gula kristal yang kemudian dikirim ke beberapa negara Eropa, Asia dan AS.

Menurutnya, untuk dapat menembus pasaran negara-negara tersebut, persyaratannya cukup ketat. Terutama menyangkut sertifikasi organik, dimana gula kristal yang hendak masuk ke pasaran negara mereka harus bebas dari bahan kimia.

''Hal inilah yang menyebabkan pengepul asal Purbalingga tidak bisa langsung melakukan ekspor. Hal ini karena sertifikasi organik harganya ratusan juta, dan semuanya dipegang oleh buyer,'' kata dia.

Untuk meningkatkan daya saing petani gula, Agus menyatakan pihaknya akan berupaya memfasilitasi sertifikasi dari Control Union yang menerbitkan sertifikasi organik. Fasilitasi untuk tahap pertama dilakukan pada petani penderes di Desa Bumisari, Kecamatan Bojongsari.

''Jika petani penderes memiliki sertifikasi organik atas areal lahan dan tanamannya, maka mereka bisa memilih akan menjual ke buyer mana, dengan tawaran harga tertinggi,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement