Kamis 21 Dec 2017 00:31 WIB

Cania Citta, Ade Armando, dan Dede Oetomo

Red: Agus Yulianto
Dede Oetomo
Foto: Screenshot
Dede Oetomo

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Tatang Hidayat *)

Lagi dan lagi acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang diselenggarakan TV ONE dinodai oleh pernyataan-pernyataan yang sangat tidak mendidik, yang mana bisa berimbas pada rusaknya pemikiran generasi bangsa. Bahkan, jika pemikiran tersebut tidak dicegah sejak dini bisa-bisa akan menghancurkan generasi bangsa di masa depan.

 

Bagaimana tidak, Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) yang akhir-akhir ini menjadi polemik di Mahkamah Konstitusi (MK), menjadi bahasan utama di acara ILC malam itu. Namun, sangat disayangkan, kembali acara tersebut dinodai oleh pernyataan beberapa orang yang tidak bertanggung jawab dan sangat berbahaya bagi generasi bangsa di masa depan.

Jika kita melihat dan mendengarkan dari awal sampai akhir, maka bagi orang-orang yang masih waras, memiliki nalar sehat dan masih peduli terhadap masa depan generasi muda, pasti akan sangat prihatin ketika mendengarkan pemaparan data dan fakta akan daruratnya seks bebas, LGBT dan penyakit HIV-AIDS di negeri ini yang disampaikan oleh pakar di bidangnya yakni seorang dokter

Beliau menjelaskan selama pengalamannya di dunia kedokteran, perilaku seks bebas, LGBT dan penyakit HIV-AIDS ini sudah sangat mengkhawatirkan dan data-data yang ada kepermukaan bagaikan fenomena gunung es, yang mana data yang diketahui adalah yang ada di permukaan, bagaimana dengan yang ada di bawahnya, tentunya akan banyak lagi perilaku LGBT yang ditemukan.

Bagi orang-orang yang aktif di dunia pendidikan, pasti akan merasakan prihatin ketika harus merasakan kenyataan generasi muda negeri ini berada diambang kehancuran jika tidak dilakukan upaya pencegahan. Apa jadinya seandainya perilaku seks bebas, LGBT, penyakit HIV-AIDS tidak dicegah sejak dini? Maka, jangan bayangkan bagaimana hancurnya masa depan generasi bangsa di masa yang akan datang.

Namun, dari beberapa tokoh yang hadir, ada beberapa pernyataan dari Cania Citta, Ade Armando, dan Dede Oetomo yang dari pernyataan tersebut, jika dibiarkan dan dicerna langsung oleh calon generasi bangsa, maka akan berimbas pada hancurnya pemikiran bangsa Indonesia di masa depan.

Bagaimana tidak, pernyataan yang miskin data, fakta, dan penuh dengan asumsi-asumsi yang jauh dari kenyataan. Dalam kaca mata akademik, jika suatu pernyataan yang tidak dilandasi dengan data dan fakta, maka pernyataan tersebut layaknya sebagai sampah akademik.

Pernyataan Ade Armando yang mengatakan, bahwa ada kajian-kajian terbaru Islam yang tidak semuanya menetang LGBT. Bahkan, kalaupun ada aturan yang secara tegas melarang LGBT, menurutnya, hal itu bisa ditinjau kembali. “Ternyata aturan Tuhan itu selalu bisa dikaji kembali,” ungkapnya. Ia menegaskan, aturan Tuhan itu tergantung interpretasi. “Tadi saya katakan, aturan Tuhan itu tergantung interpretasi. Artinya, dan dia tidak bisa diterapkan secara dengan sendirinya mengingat ada beragam keberagaman yang ada,” lanjutnya.

 

Lantas kajian terbaru Islam mana yang tidak menentang LGBT? Kalaupun seandainya memang ada, coba tanyakan Ulama mana yang mengatakannya? Dari kitab apa ia mengambil? Tanyakan kepadanya belajar dari mana? Apakah sanad keilmuannya sambung kepada Rasulullah SAW? Jangan-jangan sanad keilmuannya nyambung kepada orang-orang Barat. Jika seperti itu, maaf dalam tradisi keilmuan kami itu tidak bisa diterima.

Menurut Suteki selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro menanggapi pernyataan Ade Armando tersebut, beliau menyampaikan bahwa hebat betul pemikirannya. Bagaimana mungkin manual yang dibuat Tuhan masih juga diragukan kebenarannya. Atau okaylah silakan diragukan tetapi apakah ukuran baik buruknya sesuatu pasti dapat diukur dari logika saja? Liberal banget pemikirannya. Bahkan oleh Pendiri Gaya Nusantara (Organisasinya kaum Gay), Pak Dede Oetomo menyatakan, bahwa seharusnya negara tidak perlu terlalu mencampuri urusan kamar tidur warga negaranya.

Begitupun dengan Cania Citta selaku wartawati Geotimes yang gagal paham terhadap sila pertama dalam Pancasila, yang mengatakan bahwa tidak wajib bertuhan. “Soekarno sendiri menyebut di dalam sebuah sidang PBB bahwa Pancasila, pasal satu Pancasila, bukan diinterpretasi sebagai kewajiban beragama atau bertuhan,” ungkapnya.

“Berketuhanan yang Maha Esa. Berketuhanan, bukan kewajiban bertuhan kan? Berarti?”  Kata Cania Citta sembari tampak kebingungan. Bahkan ia pun salah menyebut sila dengan Pasal.

Setelah ditegaskan Oleh Karni Ilyas bahwa sila pertama itu menunjukkan kewajiban bertuhan, akhirnya Cania Citta pun pasrah. “Oke, kalau begitu saya mengakui keragaman bertuhan,” katanya.

 

Lain halnya dengan Dede Oetomo yang mengatakan, bahwa pelaku homoseksual di pesantren aman sekali karena dilakukan di antara paha. Sungguh pernyataan tersebut telah menusuk dan sangat menyinggung dunia pesantren bahkan menjatuhkan wibawa pesantren selaku lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, saya selaku santri sangat tersinggung terhadap apa yang disampaikannya.

Pernyataan tersebut terlalu gegabah dan mengeneralisasi pesantren secara keseluruhan. Apa urusannya dia membawa-bawa pesantren? Pesantren apa yang dia maksud? Seandainya memang ada, sangat tidak tepat ia mengeneralisasi dan menjadikan pesantren sebagai contohnya.

Bagi para pengurus pesantren, alumni pesantren, dan seluruh santri Indonesia harus menghasut orang ini, karena telah melecehkan dan menjatuhkan wibawa pesantren. Apalagi yang kurang ajar secara tidak langsung dia juga telah menjatuhkan wibawa Kiai yang mana Kiai merupakan sosok yang tidak bisa lepas dari dunia pesantren.

Dari pernyataan-pernyataan ketiga orang ini dan pemikiran yang semisal dengan mereka, tentunya akan semakin membuka cakrawala kita akan bahayanya pemikiran sekuler dan liberal. Saya sepakat dengan apa yang disampaikan Suteki selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dalam statusnya bahwa pemikiran Ade Armando liberal banget. Begitupun dengan pandangan hidup Cania Citta sangat sekuler.

Dari kejadian ILC malam itu, akhirnya pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh orang-orang yang selalu tebar pesona yang kelihatannya seolah-olah bijak dan ternyata miskin data, fakta, cacat logika, sangat tidak mendidik, dan akan merusak generasi bangsa.

Silakan rakyat yang menilai dengan memakai nalar yang sehat. Dalam kaca mata akademik, ketika Ade Armando, Cania Citta, dan Dede Oetomo berbicara tanpa disertai data dan fakta, maka sama saja dengan sampah akademik dan pernyataannya sangat tidak mendidik generasi bangsa.

Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua yang masih waras dan memiliki nalar yang sehat untuk berpikir dan sama-sama belajar meneladani sosok figur yang layak untuk diteladani. Bukan malah meneladani sosok figur yang sangat tidak layak untuk diteladani yang berimbas membodohi generasi bangsa. Apa jadinya jika generasi bangsa ini meneladani orang-orang yang tidak layak untuk diteladani? Apa yang akan terjadi dengan generasi bangsa di masa depan?

Kita harus mengucapkan terima kasih kepada Bung Karni Ilyas yang telah memfasilitasi diskusi yang akhirnya bisa membuka pandangan masyarakat sebenarnya siapa yang sangat peduli terhadap masa depan Indonesia dengan orang-orang yang seolah-olah bijak padahal pernyataannya justru sangat merusak generasi bangsa dan bisa menghancurkan bangsa Indonesia di masa depan.

Namun, perlu kita diingat, LGBT adalah salah satu problematika di antara sekian banyak problematika yang melanda negeri ini. Masih banyak problematika lain yang perlu kita selesaikan, baik itu problematika masih kuatnya cengkraman asing dan aseng yang menjajah negeri ini, dijualnya berbagai macam aset negara oleh para penghianat bangsa, meningkatnya angka korupsi, naiknya harga tarif dasar listrik, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, banyaknya kebijakan yang menyengsarakan rakyat dan masih banyak problematika yang lainnya yang perlu kita selesaikan.

Penyebab problematika itu semua tidak lain karena diterapkannya sistem kehidupan sekuler yang nyata-nyata telah merusak negeri, oleh karena itu, negeri harus segera meninggalkan sistem kehidupan sekuler. Kemudian umat harus bersatu untuk segera menerapkan aturan-aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, karena hanya dengan aturan Islamlah kita dapat lepas dari problematika yang ada. Hanya dengan aturan Islam pula negeri ini bisa meraih kebangkitan yang hakiki, sehingga ketika Islam diterapkan akan terwujudlah Islam Rahmatan Lil ‘Alamin.  Wallohu ‘Alam bi ash-Shawab.

*) Ketua Badan Eksekutif Koordinator Daerah Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BE Korda BKLDK) Kota Bandung

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement