Selasa 16 Jan 2018 12:45 WIB

KPAI: Susu Mengandung Salmonella tak Beredar di Indonesia

Red: Yudha Manggala P Putra
Susu diduga mengandung bakteri Salmonella.
Foto: Sputnik International
Susu diduga mengandung bakteri Salmonella.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sitti Hikmawatty mengatakan skandal susu mengandung bakteri Salmonella dari Prancis tidak memberi dampak di Indonesia. Masyarakat diimbau tidak khawatir dengan dampak kasus itu.

"Bisa dikatakan bahwa produk tersebut kemungkinan besar tidak beredar di Indonesia, sehingga Indonesia tidak termasuk negara yang terkena dampak susu yang mengandung Salmonella ini," kata Sitti di Jakarta, Selasa (16/1).

Sebelumnya, merebak skandal susu impor mengandung Salmonella sehingga membuat gelisah banyak pihak terutama di kalangan ibu-ibu di Indonesia. Hal itu mencuat setelah adanya penarikan produk susu tersebut lebih dari 12 juta produk di hampir 83 negara.

Komisioner Bidang Kesehatan dan Napza KPAI itu mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan aparat yang berwenang mengenai keberadaan susu tersebut di Indonesia.

Hasil koordinasi KPAI dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan, kata dia, menjelaskan dua merek susu yang ditarik di Prancis yatu Picot dan Milumel dipastikan tidak terdaftar di BPOM. Dengan demikian, tidak ada importasi susu tersebut ke Indonesia merujuk Surat Keterangan Impor (SKI) BPOM.

Terkait penggunaan susu olahan pabrik, dia mengimbau masyarakat untuk lebih memilih Air Susu Ibu (ASI) dibanding susu formula sehingga dapat memicu optimalisasi tumbuh kembang anak. "ASI eksklusiflah makanan yang terbaik untuk bayi. Semahal dan sehebat apapun susu formula yang ada, tetap tidak bisa menyamai keunggulan yang terdapat dalam ASI," kata dia.

ASI, kata dia, selain harganya ekonomis tapi memiliki kualitas luar biasa karena juga mengandung zat imunitas yang berperan dalam membentuk kekebalan tubuh anak secara alami.

"Jadi tetap berikan ASI eksklusif pada bayi, baru pada usia 4-6 bulan mulai dikenalkan dengan makanan pendamping ASI, lalu secara bertahap kepada makanan lumat sampai dengan makanan lunak, sebelum akhirnya anak mampu makan makanan biasa," tuturnya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement