Senin 05 Feb 2018 16:14 WIB

Kenaikan Tarif Listrik Jadi Pemicu Utama Inflasi Purbalingga

Inflasi Purbalingga pada 2017 melonjak dibanding 2016.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Nur Aini
Inflasi, ilustrasi
Foto: Pengertian-Definisi.Blogspot.com
Inflasi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Penghapusan subdisi bagi tarif dasar listrik (TDL) golongan 900 watt pada 2017 lalu, berpengaruh terhadap kenaikan inflasi daerah. Seperti di Kabupaten Purbalingga, Badan Pusat Statistik (BPS) setempat mencatat inflasi  2017 mencapai 3, 72 persen. Padahal pada 2016, hanya tercatat 2,39 persen.

Staf Distribusi BPS Purbalingga, Hermanto mengatakan, inflasi tertinggi 2017 terjadi pada Januari dan Desember. Pada Januari tercatat 1,17 persen, dan Desember 0,7 persen. Sedangkan pada bulan Maret tercatat mengalami deflasi sebesar -0,04 persen dan Agustus sebesar -0,32.

Kabid Perdagangan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Johan Arifin mengatakan, kenaikan harga kebutuhan pokok seperti gas yang terjadi 2017, juga ikut berpengaruh terhadap inflasi.

''Panjangnya jalur distribusi berpengaruh pada kenaikan harga gas elpiji 3 kg. Apalagi karena fakta di lapangan juga ditemukan pengecer tidak resmi yang biasa,'' ujarnya, Senin (5/2).

Menurutnya, harga jual di tingkat agen dan pangkalan memang tidak mengalami perubahan, tetap mengacu harga eceran tertinggi atau HET Rp 14.250 di tingkat agen dan Rp 15.500 di tingkat pangkalan. ''Namun di pengecer, apalagi yang tidak resmi, harga melonjak cukup tinggi,'' katanya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Johan mengatakan Dinperindag telah mengeluarkan larangan agar agen tidak melayani pembelian oleh pengecar tidak reesmi atau motoris. Demikian juga kepada pengelola pangkalan.

''Kita juga menghimbau agar rumah tangga yang tidak miskin termasuk PNS dan yang bukan usaha mikro, untuk tidak menggunakan tabung gas 3 kg. Tapi menggunakan tabung gas yang 12 atau 5,5 kg,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement