Rabu 07 Feb 2018 15:12 WIB

Soal LGBT, Pengamat: Negara Berdasarkan Sila Ketuhanan

Jangan terlalu dianggap segala-gala itu HAM, karena negara kita berdasar Ketuhanan.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Andi Nur Aminah
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).
Foto: Antara
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf berpendapat, perlunya hukuman bagi perilaku yang tak sesuai dengan ajaran agama. Salah satunya perilaku Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT). Hal inipun sesuai dengan dasar negara yakni sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Makanya sila pertama pun negara berdasarkanTuhan Yang Maha Esa. Bukan negara berdasarkan kepada kemanusiaan," kata Asep saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (7/2).

Menurut dia, hukuman perlu diberikan kepada perilaku yang tak sesuai dengan norma baik agama maupun sosial. Asep juga berpendapat agar masyarakat tak terjebak dengan isu-isu hak asasi manusia sehingga memperbolehkan perilaku LGBT.

"Perilaku LGBT itu sesuatu yang harus dilarang. Karena itu akan ada persoalan dengan penyakit, soal moral. Jangan terlalu dianggap segala-gala itu HAM," ujarnya.

Terkait permintaan Komisioner HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Husein agar pemerintah Indonesia tak mendiskriminasi isu LGBT, Asep berpendapat pemerintah harus tunduk pada dasar negara Pancasila, sila Ketuhanan Yang Maha Esa. "Tergantung kepada negara kita apakah merupakan negara yang berketuhanan yang maha esa atau negara yang tunduk pada PBB dan HAM semata-mata," kata Asep.

Dari dasar negara tersebut, Asep berpendapat, pemerintah tak bisa mengesampingkan nilai agama dengan dalih melindungi hakasasi manusia.  Sebelumnya, komisioner HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Husein bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana. Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Zeid meminta pemerintah Indonesia agar tak mendiskriminasi isu LGBT.

"Terkait RKUHP termasuk dengan LGBT, nanti saya dan pak komisoner secara lebih dalam akan membahas isu itu. Beliau mengatakan bahwa kita tidak boleh melakukan diskriminasi," kata Yasonna, Selasa (6/2).

Kendati demikian, Yasonna menekankan, Indonesia memiliki budaya dan kepercayaan sendiri mengenai LGBT. Pemerintah pun berpandangan perilaku LGBT tidak bisa diterima. "Indonesia punya budaya dan kepercayaan bahwa promosi, promoting (LGBT) secara publik itu tidak dapat diterima," ujarnya.

Ia menegaskan pemerintah tak melakukan diskriminasi terhadap kaum LGBT. Kendati demikian, tetap harus ada hukuman terhadap perilaku LGBT.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement