Sabtu 10 Feb 2018 17:57 WIB

Manipulasi Agama, Anwar Abbas: Itu tidak Boleh!

Kampanye yang disampaikan harus berakhlak, bermoral, dan beretika.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agus Yulianto
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menyatakan, pihaknya berencana untuk menggandeng pemuka agama dan ormas untuk menyosialisasikan kampanye anti atau politisasi SARA dan politik uang dalam Pilkada 2018. Berbagai tanggapan muncul dari pernyataan ketua Bawaslu ini.

Salah satunya dari Kepala Bidang Ekonomi Muhammadiyah, Anwar Abbas. Dihubungi Republka.co.id, Anwar menyatakan, jika dalam politisasi yang dimaksud Bawaslu adalah Memanipulasi maka dirinya setuju untuk aturan tersebut. "Politisasi dalam tanda kurung manipulasi itu tidak boleh. Apalagi memanipulasi agama. Manipulasi bagaimanapun bentuknya juga jelas tidak boleh," tegasnya, Sabtu (10/2).

Contoh manipulasi yang disebut Anwar salah satunya adalah semisal ada orang yang menggunakan surat Asy-Syajarah untuk menghasut orang agar jangan memilih calon dari Partai Golkar, karena Asy-Syajarah berisi larangan kepada Nabi mendekati suatu pohon. Pohon beringin yang kemudian menjadi lambang dari partai ini kemudian dihubung-hubungkan dan digunakan untuk menghasut masyarakat sudah tentu hal yang salah.

Atau contoh lainnya bagi partai Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang lambangnya Kabah, maka yang berkampanye meminta masyarakat untuk memilih calon dari partai PPP karena ka'bah adalah tempat suci umat Islam. Hal ini juga tidak bisa dibenarkan karena yang disucikan adalah Kabahnya dan tidak ada hubungan dengan PPP.

"Politisasi atau manipulasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang seperti ini ya tidak boleh," lanjut Anwar.

Anwar juga menyatakan, dirinya setuju jika politisasi semacam itu dilarang dan kemudian dibentuk sebuah aturan atau anjuran dalam khutbah yang dilakukan oleh pemuka agama. Namun, dirinya juga menekankan bahwa bukan berarti agama tidak boleh dibawa-bawa dalam kegiatan politik.

Jika agama dilarang untuk masuk ranah politik, maka hal itu disebut melanggar falsafah negara Indonesia, yaitu Pancasila. Dimana dalam sila pertama disebut Kehutanan yang Maha Esa. Yang artinya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama sehingga segala sisi dan aspek kehidupan bangsa harus diwarnai oleh nilai-nilai agama, apapun agamanya sesuai kepercayaan masing-masing.

"Ke depannya kalau masalah masyarakat mau memilih siapa, itu sudah jadi hak individunya. Yang juga perlu diingat bahwa dalam berkampanye itu yang disampaikan harus berakhlak, bermoral, dan beretika," ucapnya.

Ketua Bawaslu juga sebelumnya menyampaikan bahwa informasi antipolitik SARA dan politik uang ini akan dirumuskan untuk disampaikan dalam setiap materi khotbah keagamaan. Dalam perumusan materi khotbah akan ditekankan dasar hukum yang tidak memperbolehkan dua hal diatas.

Sampai saat ini pembahasan tersebut masih berjalan dan sedang diproses. Peran tokoh agama dan ormas dianggap Bawaslu sangat signifikan untuk mengkampanyekan gerakan melawan money politics, menolak politisasi SARA, dan hal lainnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement