Rabu 21 Feb 2018 17:18 WIB

'Orang Gila Penyerang Ulama Tetap Harus Diadili'

Hukumannya adalah dimasukan dulu ke rumah sakit jiwa untuk diamati gila atau tidaknya

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Masyarakat masih dibuat resah dengan maraknya penyerangan terhadap pemuka agama atau ustaz. Apalagi pihak kepolisian selalu mendeteksi pelakunya adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Meski demikian pihak kepolisian tetap harus mengadili orang gila penyerang pemuka agama tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar. Adapun hukumannya adalah harus dimasukan dulu ke rumah sakit jiwa untuk diamati gila atau tidaknya. Kemudian mereka juga wajib meminta bantuan ahli jiwa untuk memastikan apakah pelaku penganiaya benar-benar mengalami gangguan jiwa. "Walaupun gila tetap harus diadili, dimana hukumannya tetap harus dimasukan dulu ke rumah sakit jiwa untuk diamati benar gila atau tidaknya," ungkapnya Rabu (21/2).

Abdul Fickar menegaskan, yang menentukan gila atau tidak adalah otoritas kesehatan jiwa. Maka yang menyimpulkan seorang gila atau tidak, tak bisa sembarang orang atau instansi. Memang Pasal 44 KUHP menyatakan terhadap orang yang jiwanya cacat karena pertumbuhan atau karena penyakit tidak dapat dipertanggungjawabkan karenanya tidak dapat dipidana. "Oleh karena itu harus hati-hati menyimpulkan orang sebagai gila. Karena sangat mungkin gilanya merupakan kepura-puraan," tutur Abdul Fickar.

Kecurigaannya terhadap pelaku kriminal yang berpura-pura gila itu cukup beralasan. Karena terjadi di beberapa daerah yang menjadi sasaran adalah pemuka agama. Fickar mengatakan, maka sangat janggal pelakunya dinyatakan gila. Bahkan, jelas Abdul Fickar, sangat mungkin pelaku kriminal tersebut berpura-pura mengalami gangguan kejiwaan agar bebas dari jeratan hukum. "Karena mengherankan pelaku gilanya masif," kata Abdul Fickar. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement