Rabu 21 Feb 2018 22:09 WIB

Kalau Benar Orang Gila, Serangannya tidak Selektif

Orang dengan ganggun jiwa tidak terjadi tiba-tiba.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi orang gila
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Ilustrasi orang gila

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) tidak terjadi dengan tiba-tiba dan memiliki tahapan yang dapat dideteksi. Direktur Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta, Etty Kumolowati menjelaskan, ODGJ tidak dapat membedakan realitas dengam halusinasi mereka.

 

Mereka merasa mendengar atau melihat sesuatu dan melakukan apa yang didengar atau dilihat itu. Sebelum parah, harus deteksi dini keanehan yang muncul pada orang-orang sekitar. Perubahan kecil pada seseorang misalnya tidak mau makan, menyendiri, atau perubahan perilaku dalam rentang waktu tertentu.

Di tahap itu, orang tersebut bisa diajak bertemu psikolog yang kini ada puskesmas untuk mendapat psikoterapi. Bila belum teratasi, bisa ke psikiatri. "Tapi kebanyakan, yang datang ke psikiatri kondisinya sudah parah," kata Etty melalui telepon, Rabu (21/2).

Terkait dengan kasus penyerangan ulama, kalau pelakunya benar-benar ODGJ, serangannya tidak selektif. Karena itu, harus dilihat betul-betul tidak bisa langsung menentukan. 'Mereka yang diduga ODGJ sangat bisa dilakukan tes psikiatris,' ucap Etty.

Untuk kasus penyerangan ulama, kepolisian bisa menangkap lalu melakukan pemeriksaan psikiatris. Karena kalau ODGJ menerima kekerasan, mereka akan membalas.

ODGJ yang masuk ke rumah sakit jiwa sebagian besar melakukan kekerasan baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan. Persoalannya, masyarakat tidak paham cara memperlakukan ODGJ. Belum lagistigma terhadap mereka.

Sebelumnya, terjadi beberapa peristiwa serangan terhadap sejumlah ulama yang tak hanya mengakibatkan luka-luka, tapi juga kematian korban. Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi bahkan memprovokasi kabar peristiwa kekerasan terhadap pemuka agama yang marak belakangan ini. Polri sendiri mengaku tak berpangku tangan dengan terus menggali data dan fakta atas peristiwa itu.

Berdasarkan data yang dimiliki Bareskrim Mabes Polri, sudah ada 21 peristiwa kekerasan terhadap pemuka agama. Di Aceh, Banten, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, masing-masing kota itu terjadi 1 peristiwa. Sementara Jawa Timur sebanyak 4 peristiwa dan Jawa Barat yaitu 13 peristiwa. Bareskrim Mabes Polri menyatakan seluruh peristiwa itu murni kriminal biasa dengan beragam motif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement