Kamis 22 Feb 2018 05:13 WIB

Mengapa Orang Gila Menganiaya Ulama?

Penganiayaan ulama di tahun politik menimbulkan banyak kecurigaan.

Red: Elba Damhuri
Adik ipar almarhum Ustaz Prawoto, Haji Didin tengah memperlihatkan foto-foto almarhum di kediamannya di Cigondewah Kidul, Kota Bandung, Jumat (2/2).
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Adik ipar almarhum Ustaz Prawoto, Haji Didin tengah memperlihatkan foto-foto almarhum di kediamannya di Cigondewah Kidul, Kota Bandung, Jumat (2/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bagong Suyanto, Guru Besar FISIP Universitas Airlangga

Teror yang terjadi dan dialami sejumlah ulama atau tokoh agama belakangan ini marak di berbagai tempat. Sepanjang bulan Februari, tercatat paling-tidak terjadi lima kasus tindak kekerasan terhadap pemuka agama dan simbol keagamaan.

           

Apakah kasus penyerangan sejumlah ulama yang terjadi pada dua bulan awal tahun 2018 ini murni dilakukan oleh orang-orang yang menderita gangguan jiwa secara tidak sengaja? Tetapi, menurut Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Meoldoko, diduga berbagai kasus penyerangan terhadap ulama yang terjadi belakangan ini ada yang "menyetir". Modus penyerangan ulama yang memanfaatkan orang yang mengalami gangguan jiwa ditengarai bukan hal yang baru, dan diduga ada pihak-pihak tertentu yang bermain di belakangnya.

Sejumlah spekulasi

            

Masyarakat saat ini tentu masih harus menunggu bagaimana akhir hasil penyelidikan yang dilakukan aparat. Apakah benar kasus ini murni ulah orang yang menderita gangguan jiwa ataukah di belakang itu memang ada pihak-pihak tertentu yang mencoba memancing di air keruh hingga saat ini belum diketahui. Tetapi, di kalangan masyarakat awam telanjur muncul berbagai spekulasi dan praduga yang tidak jelas.

Keterlibatan sejumlah pelaku yang ternyata adalah orang-orang yang mengalami gangguan jiwa ditengarai adalah bagian dari skenario permainan politik pihak-pihak tertentu yang ingin menimbulkan kepanikan di masyarakat. Pada tahun politik semua kemungkinan memang bisa saja terjadi. Kalau melihat intensitas dan pola terjadinya berbagai kasus penyerangan terhadap tokoh dan simbol keagamaan, memang wajar jika di masyarakat muncul berbagai syak wasangka.

            

Pertama, tindakan penganiayaan kepada sejumlah tokoh agama diduga sebagai bagian dari upaya jahat untuk membangun konstruksi tentang rasa aman masyarakat yang tidak lagi terjamin. Bisa dibayangkan, jika para ulama saja mudah menjadi korban penganiayaan, bukan tidak mungkin keselamatan warga masyarakat justru akan lebih terancam. Konstruksi seperti ini jika berhasil ditumbuhkan, tentu akibatnya akan melahirkan keresahan sosial dan mengancam ketenteraman masyarakat.

Kedua, dugaan sebagian masyarakat yang menyinyalir munculnya berbagai kasus penganiayaan terhadap ulama dan simbol keagamaan adalah untuk menstimulasi munculnya bibit-bibit konflik, ketegangan sosial, bahkan teror dan kontra-terorisme yang ujung-ujungnya akan memicu munculnya konflik terbuka yang merugikan masyarakat.

            

Ketiga, adanya dugaan bahwa tindak penganiayaan terhadap sejumlah ulama atau tokoh agama sebagai bentuk intimidasi agar mereka tidak lagi vokal atau kritis terhadap status quo  ataupun kritis terhadap berbagai hal yang dinilai menyimpang. Tindak penganiayaan itu diduga sebagai bentuk peringatan tersembunyi yang tidak kentara, tetapi dimaksudkan untuk menyampaikan pesan yang jelas kepada orang-orang tertentu yang dinilai terlalu kritis.

Seberapa jauh dan mana dugaan yang benar, tentu masih harus menunggu hasil penyelidikan aparat yang berwenang. Apa pun hasilnya, yang jelas masyarakat membutuhkan kepastian agar tidak muncul rumor, berita hoaks yang terus berkelindan dan dapat memicu munculnya spekulasi-spekulasi baru yang kontra-produktif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement