Senin 09 Apr 2018 13:48 WIB

KPPU Pantau Grab Setelah Diakuisisi Uber

KPPU ingin mencegah adanya perilaku monopoli dalam bisnis transportasi.

Red: Nur Aini
[ilustrasi] Seorang wanita sedang mengecek ponselnya di sebelah banner iklan Grab di Stasiun Manggarai, Jakarta.
Foto: REUTERS/Agoes Rudianto
[ilustrasi] Seorang wanita sedang mengecek ponselnya di sebelah banner iklan Grab di Stasiun Manggarai, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAkARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menegaskan akan terus mengawasi bisnis yang dijalankan Grab pasca-mengakuisisi Uber guna menjaga persaingan di bisnis transportasi daring tetap sehat.

"Kami berharap tetap ada kompetisi, maka KPPU akan melakukan monitoring terhadap perilaku monopolinya," kata Komisioner KPPU Saidah Sakwan dalam keterangan tertulis, Senin (9/4)

Ia mengatakan jika nanti ada salah satu pemain yang bertindak monopoli, dengan memainkan harga, maka regulator akan turun tangan. "Praktik ini yang nanti akan kami monitor dari sisi perilaku. Apakah nanti Grab berperilaku monopoli atau tidak. Karena dalam Undang Undang Persaingan Usaha tidak boleh berperilaku monopolitisik," ujarnya.

Selain itu, KPPU juga mencermati proses peralihan mitra Uber ke Grab yang tidak berjalan lancar. Meski menjadi persoalan terpisah dari isu persaingan usaha, namun KPPU memiliki kewenangan untuk menjaga agar tidak merugikan "driver" selaku mitra karena tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

"Kemarin ada problem saat peralihan mitra Uber ke Grab, itu memang persoalan tersendiri. Namun KPPU juga mendapat mandat untuk mengawasi program kemitraan dengan para driver tersebut. Apakah kemitraan itu adil dan sehat atau tidak, eksploitatif atau tidak. Itu jadi 'concern' kami," ucapnya.

Akuisisi Uber oleh Grab di kawasan Asian Tenggara menjadi sorotan komisi persaingan usaha di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hilangnya Uber, membuat Grab hampir tanpa pesaing di Asia Tenggara, kecuali di Indonesia yang memiliki Gojek, perusahaan aplikator lokal yang mampu berkompetisi.

Dampak dari akuisisi Uber oleh Grab pun membuat banyak negara di Asia Tenggara meminta Gojek hadir dan menahan monopoli Grab di negaranya. Selain KPPU, komisi persaingan Filipina, Malaysia, dan Singapura kini tengah menyelidiki akuisisi saham Uber di Asia Tenggara oleh Grab yang dikhawatirkan berpengaruh terhadap persaingan usaha.

"Akuisisi ini akan berdampak terhadap bisnis transportasi, untuk itu kami akan melihat dengan lebih cermat," ujar Komisi Persaingan Filipina seperti ditulis oleh Reuters.

Bahkan komisi persaingan usaha Singapura (Competition Comission of Singapore) secara tegas meminta kepada Grab agar tidak menaikkan harga dan mempertahankan tarif yang berlaku saat ini. Pengamat bisnis dan juga Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, dalam dunia bisnis, akuisisi memang menjadi cara paling mudah untuk bisa tumbuh dengan cepat.

Namun, yang perlu menjadi perhatian dalam akuisisi Uber oleh Grab adalah dampaknya kepada masyarakat selaku pengguna jasa. Sebab, dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan tarif. Pada awal berbisnis, kata Yuswohady, pelaku usaha akan memperlakukan konsumen layaknya raja. Dia akan gencar melakukan promo untuk menekan tarif demi merebut hati konsumen sekaligus menyingkirkan kompetitornya, seperti yang dilakukan Grab saat ini.

Uber hengkang dari kawasan Asia Tenggara lantaran terus merugi bersaing dengan Grab dalam subsidi tarif, di mana pada 2017 saja mencatatkan rugi 4,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 60 triliun. Oleh karena itu, Yuswohady meminta pemerintah mengantisipasi agar persaingan tidak sehat dalam bisnis ini di Indonesia tidak sampai terjadi. "Regulator perlu waspada," kata Yuswohady.

Rhenald Kasali, pakar bisnis sekaligus Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia pun mengatakan hal yang sama. Apalagi bisnis "ride sharing" itu sudah menjadi salah satu objek vital karena menyangkut kehidupan banyak orang.

"Winner takes all, itu prinsip ekonomi. Tapi dalam hal ini tidak diinginkan, makanya harus terus diawasi supaya masyarakat tetap bisa punya pilihan dan tidak dirugikan," tuturnya.

Rhenald juga meminta pemerintah segera melakukan kajian untuk melihat dampak dari akuisisi Uber oleh Grab. "Merger atau akuisisi harus izin otoritas, kalau dia menimbulkan distorsi harga maka seharusnya tidak diizinkan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement