Jumat 15 Jun 2018 16:21 WIB

Kekuatan Armada Militer Abbasiyah

militer Abbasiyah berhasil menciptakan beberapa inovasi artileri.

Red: Agung Sasongko
Bekas istana Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak.
Foto: flickr.com
Bekas istana Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pada masa Dinasti Abbasiyah berkuasa, sejarah penaklukan pun tertoreh. Wilayah kekuasaan dinasti yang memerintah dari Maroko hingga India. Dengan berpusat di Baghdad, kerajaan pengganti Dinasti Umayyah membentuk sebuah kekuatan militer yang kuat. Tak hanya itu, militer Abbasiyah berhasil menciptakan beberapa inovasi artileri yang tergolong canggih pada masa itu.

Bentrokan terjadi di sepanjang perbatasan barat Kerajaan Abbasiyah. Usai mengalami serangkaian kemunduran, Kerajaan Abbasiyah sekali lagi berusaha menekan balik. Dua serangan Harun ar-Rasyid yang spektakuler ketika masih menjadi pangeran mahkota jadi tanda keberhasilan militer Abbasiyah.

Untuk mempertahankan negeri, Harun menempatkan pasukan di sepanjang garis pertahanan yang terbentang di seluruh Asia Kecil yang juga disebut Anatolia. Saat ini, terkenal dengan nama Turki. Barikade disiagakan sepanjang Suriah hingga per- batasan Armenia. Kebijakan tersebut diikuti oleh musuhnya, Romawi, dari timur atau Byzantium.

photo
Peta kekuasaan Daulah Abbasiyah.

Segera setelah penobatannya pada 786 Masehi, Harun menetapkan sebuah zona militer dari provinsi tersendiri yang disebut `Awashim. Provinsi ini diperintah seorang jenderal atau amir. Serbuan tahunan tiap musim panas diluncurkan terhadap Byzantium dari markas provinsi ini.

Kebanyakan serangan juga menghasilkan jumlah rampasan cukup besar. Kerajaan mendapat ghanimah berupa budak, barang berharga, dan barang-barang lain. Namun, beberapa upaya penyerbuan berakhir bencana.

Pada 791, pasukan Muslim mencapai Kaesarea dalam serangan perampasan seper ti biasa. Dalam perjalanan pulang, mereka terperangkap dalam sebuah badai salju di pegunungan tinggi. Mereka pun kalah dalam dingin.

Armada militer Benson Bobrick dalam The Caliph's Splendor: Islam and the West in the Golden Age of Baghdad, menulis, meskipun kekhalifahan tidak pernah mempertahankan angkatan bersenjata dalam ukuran sangat besar, jumlah tentara Abbasiyah cukup lumayan. Jika dibutuhkan jumlah pasukan yang cukup besar, bisa dikumpulkan dalam waktu singkat dari serdadu umum yang diambil dari kelompok-kelompok suku. Ada juga kesatuan-kesatuan tentara tetap yang menerima pembayaran rutin.

Pasukan pengawal kerajaan merupakan pasukan elite. Meniru cara Romawi- Byzantium, bala tentara dikelompokkan menjadi kesatuan yang terdiri atas 10, 50, 100, dan 1.000 orang. Sebuah kesatuan yang terdiri atas 100 orang membentuk sebuah kompi atau skuadron.

photo
Kota Baghdad, pusat Daulah Abbasiyah.

Beberapa kompi membentuk sebuah kelompok. Seribu orang membentuk sebuah batalion. Sementara, terdapat 10 ribu pasukan membentuk sebuah korps dengan amir atau jenderal sebagai kepalanya.

Setiap saat, 125 ribu serdadu Muslim ditempatkan di sepanjang perbatasan Byzantium, Baghdad, Madinah, Damaskus, Rayy, dan lokasi strategis lainnya untuk menangani kerusuhan. Garnisun Baghdad, demikian riwayatnya, bermarkas di bagian utara dan barat Kota Bundar.

Para perwira terkemuka memiliki kediaman sendiri, termasuk kepala kepolisian yang memiliki rumah tepat di luar Gerbang Kufah. Para serdadu dari wilayah kerajaan yang berbeda cenderung membentuk distrik etnis mereka sendiri.

Apel militer resmi kadang digelar di ibu kota. Kavaleri ringan dan berat, infanteri, dan pasukan panah berbaris di lapangan. Kavaleri berat benar-benar dilapisi besi dengan helm dan perisai dada yang tebal.

Seperti kesatria abad pertengahan, titik yang tak terlindungi di tubuh mereka hanyalah ujung hidung dan dua lubang kecil pada mata mereka. Pasukan infanteri yang bersenjata tombak, pedang, dan lembing juga sama mengesankan. Mengikuti tradisi Persia, mereka dilatih untuk berdiri begitu kokoh sehingga Bobrick menulis, Anda akan mengira mereka dilekatkan erat-erat dengan penjepit perunggu.

Pasukan Muslim memiliki banyak alat pengepungan, seperti ketapel, pelontar, alat pelantak, tangga, serta besi pe ngait bertali dan kaitan. Semua ditangani insinyur militer.

Senjata utama pasukan Muslim untuk pengepungan pastinya adalah manjaniq, sebuah mesin tiang-ayun serupa dengan pelontar yang digunakan di Barat abad pertengahan.

photo
Ketapel raksasa, ilustrasi


Sejak abad ketujuh, alat ini menggantikan artileri puntiran (yang mendapat tenaga dari tali yang dipuntir) seperti yang digunakan pada masa klasik. Rumah sakit la pangan dan ambulans dalam bentuk tandu yang diangkut unta menyertai pa sukan di medan perang.

Di masa Harun ar-Rasyid, bangsa Arab bahkan telah mengembangkan granat pem- bakar. Ini tidak mengejutkan. Di Irak, minyak bumi sudah dikenal sejak zaman kuno.

Bahtera Nuh yang konon dibuat di Kota Najaf, menurut cerita, dilapisi dengan aspal batu bara. Sejarawan Yunani Herodotus, dan sejarawan Romawi Strabo, menggambarkan penggunaan aspal oleh bangsa Babilonia dalam pembangunan gedung dan jalan raya.

Aspal kemudian digunakan bangsa Arab untuk mengawetkan anggur dalam tong- tong tembikar (seperti yang sudah dilakukan bangsa Romawi dan Yunani).
Nafta akhirnya digunakan dalam pembuatan peralatan pembakar. Menurut sejarawan Romawi, Ammianus Marcellinus, bangsa Persia sudah membubuhi ujung anak panah buluh mereka dengan getah yang mudah terbakar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement