Rabu 20 Jun 2018 06:47 WIB

Bakteri Usus Sebabkan Depresi pada Orang Gemuk

Studi temukan konsumsi tinggi lemak tingkatkan kecemasan dan depresi.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Indira Rezkisari
Makanan tinggi lemak.
Foto: Pixabay/Stevepb
Makanan tinggi lemak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bakteri usus memainkan peran kunci dalam menanamkan perasaan negatif pada otak orang gemuk, menyebabkan depresi dan kecemasan, kata para peneliti. Temuan menunjukkan, tikus yang mengonsumsi makanan tinggi lemak menunjukkan tanda kecemasan, depresi, dan perilaku obsesif yang lebih signifikan, dibandingkan hewan pada diet standar.

Pada tikus dengan diet tinggi lemak, dua area otak, hipotalamus, yang membantu mengontrol metabolisme seluruh tubuh, dan nucleus accumbens, penting dalam suasana hati dan perilaku, menjadi resisten terhadap insulin. "Diet Anda tidak selalu hanya membuat gula darah Anda lebih tinggi atau lebih rendah, itu juga mengubah banyak sinyal yang berasal dari mikroba usus dan sinyal ini membuatnya sampai ke otak," kata C. Ronald Kahn, dari Joslin Diabetes Center di AS, dilansir dari laman Indian Express.

Ia mengatakan, semua perilaku ini dibalik atau ditingkatkan ketika antibiotik yang akan mengubah mikrobioma usus diberikan dengan diet lemak tinggi. Dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Molecular Psychiatry, tim mengidentifikasi efek microbiome dengan mentransfer bakteri usus dari tikus percobaan, ke tikus bebas kuman yang tidak memiliki bakteri sendiri.

Hewan-hewan yang menerima bakteri dari tikus dengan diet tinggi lemak mulai menunjukkan peningkatan aktivitas yang terkait dengan kecemasan, dan perilaku obsesif. Namun, mereka yang mendapat mikroba dari tikus dengan diet tinggi lemak ditambah antibiotik tidak, meskipun mereka tidak menerima antibiotik itu sendiri.

Para peneliti sekarang bekerja untuk mengidentifikasi populasi bakteri tertentu yang terlibat dalam proses ini, dan molekul yang dihasilkan bakteri. "Jika kita bisa memodifikasi bakteri itu, dengan memasukkan bakteri yang lebih menguntungkan atau mengurangi jumlah bakteri berbahaya, itu mungkin cara untuk memperbaiki perilaku," kata Kahn.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement