Senin 16 Jul 2018 20:14 WIB

Pemerintah Bersiap Intervensi Harga Telur dan Ayam

Mendag akan meminta produsen dan distributor membatasi marginnya.

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Pedagang menata telur ayam di salah satu agen telur, di Pasar Inpres Lhokseumawe, Aceh, Jumat (13/7).
Foto: Antara/Rahmad
Pedagang menata telur ayam di salah satu agen telur, di Pasar Inpres Lhokseumawe, Aceh, Jumat (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menargetkan harga telur dan daging ayam akan turun secara bertahap dalam sepekan ke depan. Jika sampai waktu yang sudah ditentukan harga dua komoditas tersebut tidak juga turun, pemerintah siap melakukan intervensi ke pasar.

"Ini bisa dilakukan dengan meminta integrator yang besar itu untuk mengeluarkan stoknya. Dan kami akan lakukan penjualan langsung di pasar kalau harga tidak turun," kata Mendag, dalam konferensi pers di kantornya, Senin (16/5).

Untuk menurunkan harga dalam waktu sepekan ke depan, Enggartiasto mengatakan akan meminta produsen dan distributor membatasi marginnya. Cara ini akan dilakukan dengan mewajibkan pelaku usaha melaporkan data suplai, biaya produksi dan margin pada Kementerian Perdagangan.

"Bagi yang tidak setor data, akan kami ambil tindakan," ujar Mendag.

Dari rapat yang dilakukan bersama dengan pelaku usaha, Enggartiasto menyebut ada sejumlah faktor yang menjadi pemicu lonjakan harga telur dan ayam, antara lain tingkat profuktifitas ayam, mahalnya harga pakan akibat pelemahan rupiah, hingga faktor gangguan distribusi akibat panjangnya masa cuti bersama pada Idul Fitri lalu.

Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Heri Dermawan mengamini pernyataan Mendag soal adanya gangguan distribusi. Ia menyebut, sejak H-7 hingga H+7 Idul Fitri tidak ada pasokan daging ayam ke pasar. Dampak dari kondisi tersebut baru dirasakan sekarang.

Harga Telur Ayam di Malang Terus Naik

Selain itu, Heri juga menyebut ada gangguan terhadap suplai ayam. Untuk ayam pedaging, ia menuturkan, banyak yang tumbuh kerdil sehingga tidak layak jual. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab tingginya harga daging ayam adalah perbedaan margin yang tinggi di mata rantai distribusi ayam.

Heri menuturkan, harga ayam hidup di tingkat peternak di Kabupaten Ciamis hanya Rp 24.500 per ekor. Namun, ketika sampai Jakarta, harga ayam tersebut melonjak hingga Rp 35.000 per ekor. Padahal, jika ditambah ongkos transport dan perhitungan susut, menurut dia, harusnya kenaikannya hanya sekitar Rp 2.500 per ekor.

"Nah ini yang mau dibina. Satgas Pangan akan turun untuk meneliti."

Sementara, di ayam petelur juga terjadi penurunan suplai. Ketua Asosiasi Peternak Petelur Indonesia Feri menyebut suplai telur ayam berkurang hingga 20 persen. Sekitar 10 persen penurunan suplai disumbang oleh faktor penyakit yang menyerang ayam petelur. Sisanya dipicu oleh regenerasi ayam petelur yang biasa dilakukan jelang Idul Fitri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement