Rabu 18 Jul 2018 14:37 WIB

Soekarwo tak Sepakat Harga Telur Naik karena Piala Dunia

Satgas pangan polri selidiki rantasi distribusi.

Rep: Dadang Kurnia/Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Pedagang menata telur ayam di salah satu agen telur, di Pasar Inpres Lhokseumawe, Aceh, Jumat (13/7).
Foto: Antara/Rahmad
Pedagang menata telur ayam di salah satu agen telur, di Pasar Inpres Lhokseumawe, Aceh, Jumat (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jawa Timur Soekarwo tak sepakat jika kenaikan harga telur barkaitan dengan gelaran Piala Dunia 2018. Menurut Soekarwo, kenaikan harga telur dipengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tersebut menurutnya membuat pakan ayam menjadi naik. Karena pakan ayam di Indonesia saat ini masih harus diimpor dari negara lain. Sehingga pelemahan nilai tukar rupiah sangat mempengaruhi harga pakan ayam. "Semua itu kalau dibuat list ongkos produksinya itu naik, otimatis harganya (telur) naik. Nah harga pangannya naik. Karena pakan itu impor dan satuan pakannya dolar. Dolarnya 14 ribu lebih," kata Soekarwo saat ditemui di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (18/7).

Sebelumnya seperti dikutip salah satu media sosial, Menteri Perdagangan Enggartriasto Lukita mengonfirmasi adanya kaitan langsung antara Piala Dunia dengan kenaikan harga telur, terutama yang untuk konsumsi rumah tangga. Selama gelaran Piala Dunia 2018, permintaan telur meningkat, sebagai makanan instan untuk menemani bergadang sambil menonton sepak bola.

Secara terpisah, Satgas Pangan Polri menyelidiki rantai distribusi pangan menyusul melonjaknya harga sejumlah bahan pangan seperti daging dan telur. Satgas pangan akan melakukan operasi pasar bila harga pangan tersebut tak kunjung turun.

Ketua Satgas Pangan Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menyatakan, Kementerian Perdagangan bersama Satgas Pangan dan sejumlah asosiasi peternak sudah melakukan rapat koordinasi. Sejauh ini, kata Setyo, stok pangan seperti telur dan daging di kandang peternak cukup. Sehingga seharusnya harga pangan tidak naik. "Ini ada dua masalah telor dan daging. Dua-duanya di kandang itu tidak setinggi itu, sedang diteliti kalau memang ada yang main-main," ujar Setyo, Rabu (18/7).

Baca juga, Kementan Harga Telur Naik karena Lonjakan Permintaan.

Setyo menjelaskan, terdapat beberapa tingkatan distribusi dengan istilah D1, D2, D3, D4 dan seterusnya. Di tingkat distribusi itulah Satgas pangan akan melakukan penelitian "Dari pihak integreter mereka tidak ada yang naik tapi ini ada sesuatu yang harus kita teliti. Mendag minta waktu satu minggu ini kalau tidak ada perubahan kita akan turun langsung dengan operasi pasar," ucap Setyo.

Setyo mengatakan, Satgas Pangan akan menyelidiki apakah pengepul, pangkalan atau broker yang mengambil untung terlalu banyak. Padahal, kata dia, kebutuhan juga justru sedang turun karena tidak ada kegiatan tertentu. "Saya monitor kok bisa harga segini padahal di kebutuhan gak meningkat dan di pasar sudah cukup tinggi sampai 33-34," ucap dia.

Penyelidikan dimulai dari tingkat produksi. Sejauh ini, Setyo mengaku mendapat laporan dari lapangan bahwa harga sudah tinggi sejak dari peternakan. Sehingga, muncul kemungkinan adanya komponen tertentu yang menyebabkan harga pangan meroket, misalnya dalam hal pakan.

Setyo melanjutkan, mengenai pakan ini, disinyalir adanya penurunan produksi telur imbas regulasi pemerintah yang melarang penggunaan antibiotik. "Dengan tidak menggunaka antibiotik ini produksi menurun. Produksi turun berarti yang disebar ke pasar turun. Nah ini akan mendorong harga naik," ucapnya. Kendati demikian, dugaan dugaan ini menurut Setyo tetap harus diteliti lebih lanjut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement