Jumat 17 Aug 2018 22:19 WIB

Alasan-Alasan Mendukung Wacana Larangan Striker Impor

Timnas Indonesia kesulitan mendapatkan striker tajam haus gol.

Red: Andri Saubani
Amirudin Bagus Kahfi dan kawan-kawan merayakan golnya ke gawang Timor Leste U-16 dalam laga penyisihan grup A Piala AFF U-16 di Gelora Delta Sidoarjo, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (4/8). Indonesia menang atas Timor Leste dengan skor 3-0 dan memastikan Indonesia melaju ke babak semi final.
Foto: Zabur Karuru/Antara
Amirudin Bagus Kahfi dan kawan-kawan merayakan golnya ke gawang Timor Leste U-16 dalam laga penyisihan grup A Piala AFF U-16 di Gelora Delta Sidoarjo, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (4/8). Indonesia menang atas Timor Leste dengan skor 3-0 dan memastikan Indonesia melaju ke babak semi final.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Andri Saubani*

Sulitnya pelatih timnas U-23 Indonesia, Luis Milla Aspas mendapatkan striker tajam haus gol untuk skuat Garuda sepertinya mulai mendapat respons oleh pemangku kepentingan tertinggi sepak bola Indonesia. Meski bisa dibilang telat, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator Liga 1 Indonesia pekan lalu mewacanakan larangan penggunaan striker asing oleh klub mulai musim depan.

Keputusan ekstrem yang baru sekadar wacana ini telat, karena sudah sejak setahun lalu Luis Milla mengeluhkan minimnya jam terbang striker lokal di Liga 1. Akibatnya, ia tidak memiliki banyak pilihan dan bahkan sampai harus memanggil striker naturalisasi untuk gelaran Asian Games 2018. Tanpa bermaksud merendahkan nasionalisme Alberto Goncalves dan Stefano Lilipaly, pilihan Milla terhadap keduanya bisa dibilang hasil kegagalan Liga 1 mencetak striker tajam untuk timnas Indonesia.

Hingga pekan ke-20 Liga 1, tiga pencetak gol terbanyak adalah striker asing. Mereka adalah Fernando Rodrigues Ortega (Mitra Kukar), Ezechiel Ndouasel (Persib Bandung), dan David Da Silva (Persebaya). Pada Liga 1 musim lalu, top skorer juga ditempati oleh striker asing yakni Sylvano Comvalius (Bali United).

Yang paling bikin heran Luis Milla adalah, banyak klub Liga 1 yang tetap memainkan striker asing meski telah berusia di atas 30 tahun dan tidak produktif. Striker-striker muda Tanah Air, lebih banyak menjadi penghangat bangku cadangan kecuali para striker asing tengah cedera atau menjalani sanksi skorsing.

Harus diakui, setelah skuat Garuda diampu oleh Milla, ada peningkatan kualitas permainan yang kasat mata. Milla telah berhasil membangun karakter pemain-pemain muda Indonesia menjadi terlihat disiplin serta punya fisik dan daya juang yang tangguh selama 90 menit.

Skema permainan timnas di lapangan saat ini juga enak ditonton kala aliran bola hasil rancang bangun serangan dari belakang ke depan berujung pada terciptanya peluang. Ada cerminan taktik pelatih yang berhasil dikreasikan para pemain di lapangan. Timnas Indonesia kini bukan lagi tim yang asal mengirim bola ke depan dan berharap gol dari hasil kemelut di depan gawang lawan sebagaimana khasnya sepak bola Tanah Air.

Namun, setahun timnas Indonesia bermain di bawah asuhan Luis Milla, banyak juga laga yang berakhir minim atau bahkan tanpa gol. Permainan apik Garuda Muda menjadi sia-sia karena banyak peluang emas tak berujung menjadi gol. Pada laga pertama Asian Games kontra Cina Taipei, Indonesia memang menang 4-0. Tapi, tiga gol adalah sumbangan pemain senior naturalisasi (Lilipaly dan Beto) bukan oleh ‘striker asli’ timnas Luis Milla.

Apa pun hasil akhir nanti yang diraih timnas U-23 pada ajang Asian Games 2018, Luis Milla layak dipertahankan. PSSI harus memberi kepercayaan kepada Milla sebagai bagian dari proyek jangka panjang. Perpanjangan kontrak terhadap Milla juga harus ditambah kewajiban bagi PT LIB menetapkan regulasi yang bersifat ‘memaksa’ klub-klub Liga 1 agar bisa bersinergi dengan timnas Indonesia.

Jika PT LIB dan PSSI benar-benar concern terhadap masa depan timnas Indonesia, larangan penggunaan striker asing semestinya tak sekadar wacana. Kalau bisa, aturan bahkan harusnya  diperkeras dengan mewajibkan klub Liga 1 untuk selalu memainkan minimal satu striker berusia muda dalam setiap laga.

Pada Liga 1 tahun lalu, PSSI sebenarnya telah menerapkan aturan setiap tim Liga 1 menempatkan minimal tiga pemain di bawah usia 23 tahun dalam starting XI mereka. Tujuannya, agar pemain muda di setiap klub memiliki jam terbang dan pengalaman merasakan atmosfer kasta tertinggi sepak bola Tanah Air.

Namun, pada perjalanan kompetisi, aturan itu kemudian dibatalkan menyusul gelombang protes banyak klub yang tak punya banyak stok pemain muda. Padahal, sudah terbukti, penggawa inti timnas U-23 saat ini seperti Rezaldi Hehanusa, Febri Haryadi, Saddil Ramdani, dan beberapa pemain lainnya kemudian menarik perhatian Luis Milla setelah mereka mendapatkan kesempatan bermain di tim inti masing-masing klub.

Apakah kita kekurangan taleta muda sepak bola khususnya di lini depan? Jawabannya tidak jika kita merujuk pada timnas Indonesia di level usia junior. Yang paling aktual tentunya timnas U-16 yang baru saja berhasil menjuarai Piala AFF U-16.

Striker timnas U-16 Indonesia, Bagus Kahfi adalah top skorer turnamen dengan koleksi 12 gol. Satu gol dicetak Bagus di semifinal ke gawang Malaysia dan sisanya dibukukannya pada babak penyisihan. Torehan prestasi individu Bagus bertambah spesial karena dia berhasil memecahkan rekor 11 gol dua striker Australia, Marc Moric dan John Robert yang dibuat pada 2015 dan 2016.

Dengan bertambahnya usia, tidak selamanya Bagus akan bermain di level timnas U-16. Ia pun pastinya akan berlabuh ke salah satu klub Liga 1 jika bermain di luar negeri belum memungkinkan. Bagus pun harus bermain secara reguler untuk terus mengasah ketajamannya dan tetap menjadi striker trengginas  di depan gawang lawan.

Dengan regulasi Liga 1 seperti sekarang, sudah barang tentu Bagus akan tersingkir dan akhirnya tenggelam, layu sebelum berkembang. Toh, klub tidak wajib memainkan Bagus, karena pilihan terhadap striker asing itu artinya adalah nilai tambah bagi klub secara komersial.

Sehingga, layak ditunggu. Apakah larangan striker asing sekadar wacana? Atau memang akan menjadi jalan menuju kelahiran striker lokal jagoan masa depan.

* penulis adalah redaktur Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement