Kamis 30 Aug 2018 17:44 WIB

60 Persen Permainan Tradisional Kota Bandung Terlupakan

Banyak permainan tradisional di Kota Bandung tidak berkembang dan dimainkan lagi.

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Esthi Maharani
Para pegawai Sekretariat Daerah Provinsi (Setda) Jawa Barat ikut serta dalam lomba permainan tradisional Festival Aktivitas Kaulinan Urang Lembur (Akur) di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (27/8).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Para pegawai Sekretariat Daerah Provinsi (Setda) Jawa Barat ikut serta dalam lomba permainan tradisional Festival Aktivitas Kaulinan Urang Lembur (Akur) di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (27/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bersama para akademisi dan ahli merumuskan perkembangan objek pembangunan kebudayaan (OPK) di Kota Bandung. Hasil rumusan ini dituangkan dalam usulan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Bandung yang disampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Koordinator Tim PPKD Kota Bandung Prof Reiza D. Dienaputra mengatakan Kota Bandung memiliki beranekaragam kebudayaan yang menjadi warisan dari leluhur. Ada 10 OPK yang dirumuskan dan disampaikan perkembangan kondisi faktual dan permasalahannya kepada pemerintah pusat di antaranya terkait tradisi lisan, manuskrip, pengtahuan tradisonal, bahasa, permainan rakyat, ditambah cagar budaya.

Reiza menyebutkan permasalahan kebudayaan saat ini salah satunya ialah semakin terlupakan seiring perkembangan zaman. Dari 10 OPK, ia menyebutkan banyak permainan tradisional di Kota Bandung tidak berkembang dan dimainkan lagi.

"Memang banyak yang menjelang musnah. Contohnya permainan rakyat.

Bisa dikatakan 60 persen sudah tidak berkembang lagi. Hanya 40 persen yang kategorinya masih berkembang dan kurang berkembang," kata Reiza dalam kegiatan Bandung Menjawab di Taman Sejarah Balai Kota Bandung, Kamis (30/8).

Reiza menuturkan berdasarkan hasil riset tim PPKD, ada ratusan permainan tradisional di Kota Bandung. Namun sayangnya sebagian besar generasi muda dan anak-anak sudah lagi tidak mengenal permainan yang menjadi identitas dan keunikan bangsa tersebut.

Ia menyebutkan puluhan tahun lalu masih akrab dengan permainan seperti Gatrik, Sorodot Gaplok, Rerebonan, hingga Galah Asin. Permainan tradisional ini pernah populer pada masanya yang sudah tergantikan dengan permainan di era digital saat ini.

"60 persen ini tidak berkembang, inilah yang saya maksud jadi masalah kita bersama," ujarnya.

Ia mengatakan kondisi ini dipengaruhi perkembangan zaman seiring dengan kemajuan teknologi. Hal ini salah satunya membuat interaksi antar manusia cenderung berkurang sehingga warisan budaya leluhur semakin terlupakan. Tidak hanya pada permainan tradisional tapi juga aspek OPK lainnya.

Menurutnya ada tiga permasalahan yang menjadi kendala pelestarian kebudayaan ini. Pertama, sumber daya manusia (SDM) yang merupakan pegiat, pelaku dan aktivis kebudayaan ini jumlah sangat terbatas. Sehingga pelestarian budaya di masyarakat masih kurang masif.

"Yang bisa memahami manuskrip nggak banyak. Atlet benjang juga bisa dihitung dengan jari," ujarnya.

Selain itu, kata dia manusia pendukung upaya pelestarian kebudayaannya juga terbatas. Di tambah sarana dan prasarana yang jumlahnya sebenarnya banyak tapi kurang diberdayakan. Sehingga upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan ini masih kurang optimal.

"Kita punya museum, perpustakaan, taman budaya, hutan lindung, punya banyak mall. Yang jadi masalahnya sarana prasaran itu sejauh ini kurang memberi ruang akses tempat berekpresi OPK tadi," tuturnya.

Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad ini menyarankan ke depannya ruang-ruang publik harus memberikan ruang dalam upaya pelestarian budaya. Salah satunya dengan menjadwalkan pertunjukkan atau festival secara rutin. Sehingga masyarakat kembali mengenal tradisi dan budayanya sendiri.

Ia menyebutkam Bandara Husein Sastranegara sudah mulai mengupayakan pelestarian budaya Sunda. Di antaranya dengan sistem pemanggilan penumpang atau informasi yang tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia atau Inggris, tapi juga Bahasa Sunda.

"Harusnya ke depannya di mall-mall ada ruang untuk permainan rakyat, festival-festival. Tidak hanya pameran mobil. Termasuk di Taman Sejarah ini seni tradisional dipertunjukkan. Misalnya ada yang main Galah Asin disini," harapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement