Senin 10 Sep 2018 07:09 WIB

Bekal Masa Depan Lalu Muhammad Zohri

Zohri punya peluang berprestasi tidak hanya di tingkat Asia tapi juga dunia.

Red: Andri Saubani
Atlet lari Indonesia Lalu Muhammad Zohri usai tiba di garis finish pada babak semi final cabang olahraga atletik Asian Games 2018 kategori lari 100 meter putra di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, (Ahad (26/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Atlet lari Indonesia Lalu Muhammad Zohri usai tiba di garis finish pada babak semi final cabang olahraga atletik Asian Games 2018 kategori lari 100 meter putra di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, (Ahad (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Andri Saubani*

Pelari nasional Lalu Muhammad Zohri finis ketujuh dalam nomor final atletik 100 meter putra Asian Games 2018. Kemudian bersama Fadlin, Eko Rimbawan, dan Bayu Kertanegara, secara mengejutkan Zohri finis kedua tercepat setelah Jepang untuk meraih perak.

Capaian Zohri di Asian Games yang baru saja berlalu, menjadi cerminan masa depan cerah pelari asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu. Panggung utama Zohri ke depannya, mestinya bukan lagi sekadar SEA Games atau Asian Games, namun ia harus mulai berani mematok target prestasi di Olimpiade.

Pada nomor lari cepat individu, Zohri tidak bisa dibilang gagal. Perlu diingat, Zohri beradu cepat dengan sprinter Asia bukan Asia Tenggara. Zohri, 18 tahun bahkan menjadi pelari termuda di antara delapan sprinter yang beradu cepat di nomor final.

Pemuda asal Desa Pemenang Barat, Lombok Utara itu bahkan sudah membuat kejutan sehari sebelumnya, yakni menjadi yang tercepat pada heat 3 babak kesatu dengan catatan waktu 10,27 detik. Tepuk tangan para penonton di GBK membahana ketika nama Zohri terpampang di papan nama.

Para penonton menyemangati pelari asal NTB itu sejak aba-aba dimulai. Ketika Zohri mulai melangkahkan kakinya, tepuk tangan para penonton semakin membahana seisi stadion.

Puncak gemuruh teriakan dan tepuk tangan pun pecah ketika Zohri berhasil menyentuh garis finis paling depan. Para penonton larut dalam euforia kemenangan Zohri.

Zohri kemudian mempertajam catatan waktunya menjadi 10,24 detik pada babak semifinal saat ia finis tercepat kedua di belakang sprinter Arab Saudi, Mohammed Abdullah Abkar. Senior Zohri, Yaspi Bobi gagal menembus babak final setelah hanya mampu finis dengan catatan waktu 10, 62 detik.

Pada babak final, Zohri kembali mendapat dukungan ribuan penonton di GBK. Zohri memang terlihat sudah sedikit tertinggal sejak start lantaran teknik yang tak sempurna, namun ia tetap bekerja keras mengejar para sprinter top Asia lainnya hingga garis finis dengan catatan waktu 10, 20 detik.

Catatan waktu sprint Zohri di babak final merupakan personal best. Yang artinya, Zohri terus mempertajam catatan waktunya dari penyisihan hingga partai puncak nomor 100 meter di Asian Games 2018.

Meski tak menyumbang medali dari nomor 100 meter, Lalu Muhammad Zohri merasa tidak kecewa. Ia bahkan, menilai pencapainanya di Asian Games 2018 menjadi pelajaran untuknya meraih kesuksesan pada masa depan. 

Zohri memang sudah layak menjadikan ajang Olimpiade sebagai target dia berikutnya. Tanpa mengecilkan ajang multi event tingkat Asia Tenggara, catatan waktu Zohri sudah jauh di atas peraih emas SEA Games 2017, sprinter asal Malaysia, Khairul Hafiz Jantan, 10, 38 detik.

Semoga Zohri tak jemawa atas capaiannya di Asian Games dan terus berlatih keras hingga bisa terus mempertajam catatan waktu terbaiknya saat ini yakni, 10, 18 detik saat dia menjadi juara dunia junior di Finlandia, Juli lalu. Masih banyak waktu tersedia bagi Zohri menuju catatan waktu sprint 100 meter di bawah 10 detik.

Filosofi sprinter

Seorang sprinter adalah paket dari perpaduan tenaga, kekuatan, dan kecepatan melebihi rata-rata. Dan para cepat elite dunia, termasuk legenda Usain Bolt, adalah tampilan dari sebuah 'mesin' hasil kerja dari ledakan energi, reaksi dan refleks, serta pergerakan kilat kedua kaki mereka.

Kebanyakan Olimpians, tentunya dikaruniai berkah fisik dan bakat alam seperti yang ada dalam diri Zohri saat ini. Namun, itu hanyalah sebagian dari resep sukses pelari tercepat di dunia. Yang menentukan kemudian adalah, bagaimana seorang atlet berlatih dan berkomitmen untuk menjadi berbeda dengan lainnya.

Dalam banyak jurnal atau artikel tentang atletik khususnya lari, nomor jarak pendek (100 meter-200 meter) terkenal memiliki rezim latihan yang sulit bisa diikuti oleh orang kebanyakan. Meski setiap pertandingan tidak memakan waktu lebih dari 10 detik, catatan waktu itu diraih dari hasil rangkaian latihan yang panjang, di dalam dan luar lintasan.

Tidak hanya belajar menyempurnakan teknik berlari mulai dari start hingga finish, seorang sprinter top juga terus membangun dan menjaga kekuatan fisiknya. Jamak terlihat dalam setiap laga 100 meter atletik di level dunia, tampilan fisik para sprinter terlihat nyaris seperti atlet binaraga dengan gempalan otot-otot yang menyolok khususnya di bagian lengan dan kaki mereka.

Bangunan fisik tubuh yang kekar dan sterek bukannya tanpa alasan bagi seorang sprinter. Secara saintifik, otot-otot tambahan dibutuhkan karena seorang pelari cepat tidak punya banyak waktu dalam mengubah oksigen menjadi energi dari tubuh mereka saat berlomba.

Kondisi sprinter berbeda dengan pelari jarak jauh, di mana mereka memiliki keleluasaan dalam mengatur dan mengonfersi simpanan glikogen menjadi energi dalam otot. Secara lari jarak jauh adalah latihan yang bersifat aerobik, pemanfaatan oksigen pun menjadi maksimal sebagai penunjang produksi energi.

Adapun bagi sprinter, jarak tempuh di bawah 10 detik membuat otot-otot mereka tidak memiliki cukup waktu untuk menyerap oksigen yang dihirup saat berlari. Konsekuensinya, para sprinter dituntut sudah lebih dulu memiliki energi yang bersifat non-aerobik yang tersimpan dalam otot-otot (ATP) kekar mereka.

Massa otot yang masih harus dibangun oleh Zohri adalah serat-serat otot tipe IIb yang menyimpan banyak phosphocreatine dan ATP yang siap digunakan. Phosphocreatine dan ATP ini tidak memerlukan banyak waktu dan rangkaian yang panjang untuk dilepaskan menjadi energi. Sederhananya, membangun massa otot tipe IIb yang membuat tampilan fisik menjadi kekar, adalah jalan pintas penciptaan energi saat berlari cepat.

Proyek masa depan

Seusai gelaran Asian Games 2018, beberapa pejabat PB PASI kepada media menyatakan, para pelari muda termasuk Zohri dan Bayu Kartanegara dipersiapkan hingga Olimpiade 2024. Pada Olimpiade yang digelar di Paris itu, para pelari muda potensial Indonesia akan mencapai usia emasnya.

      

Zohri yang merupakan kelahiran 1 Juli  2000, pada Olimpiade 2024 usianya akan mencapai 24 tahun. Adapun, Bayu yang saat ini berusia 21 tahun, pada Olimpiade Paris tersebut akan mencapai usia 27 tahun.

      

Semoga PASI memiliki program yang baik dan didukung ketersediaan anggaran mencukupi dalam mempersiapkan sprinter-sprinter masa depan Indonesia. Khusus bagi Zohri, diharapkan PASI juga bisa menjaga fokus dan komitmennya, mengingat usai menjadi juara dunia junior, ia mendadak menjadi bintang yang tak lepas dari kejaran publisitas.

Seorang Bob Hasan pun pernah mengungkap kisah bagaimana kerasnya ia menjaga mental para atlet kita untuk tetap membumi dan berprestasi. Suatu ketika, cerita Ketua Umum PB PASI itu, ada seorang atlet atletik berprestasi yang mendadak kebanjiran bonus. Ia pun kemudian mampu membeli sebuah motor gede.

Namun nahas, motor itu kemudian mengantar celaka bagi sang atlet. Kaki sang atlet patah, sehingga dia terpaksa pensiun dini. Semoga kisah tragis itu tak terulang lagi. Amin.

*Penulis adalah Redaktur Republika

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement