Kamis 27 Sep 2018 16:43 WIB

Harga Anjlok, Peternak Ayam di Purwokerto Alami Kerugian

Harga ayam saat ini terendah sepanjang 2018.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Pekerja memberi pakan ternak ayam potong.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
[ilustrasi] Pekerja memberi pakan ternak ayam potong.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Setelah sempat menikmati harga cukup tinggi menjelang Hari Raya Idul Adha lalu, harga daging ayam dan telur ayam ras anjlok drastis. Kalangan peternak baik peternak ayam pedaging dan peternak ayam petelur, mengaku harga daging ayam dan telur saat ini merupakan yang terendah sepanjang 2018.

"Dengan harga seperti sekarang, jangankan mendapat untung, untuk menutup biaya pemeliharaan saja sudah tidak bisa. Kami mengalami kerugian sangat besar dari usaha peternakan ayam sekarang ini," jelas Andrian, seorang pemilik toko pakan ayam sekaligus peternak ayam di Purwokerto, Kamis (27/9).

Dia menyebutkan, harga ayam ras dengan bobot sekitar 8 ons, saat ini hanya laku dijual dengan harga  Rp 12.500 per ekor di tingkat peternak. Padahal dengan adanya kenaikan harga pakan dan obat-obatan akibat depresiasi rupiah, tingkat harga agar peternak bisa menutup biaya produksi minimal Rp 16.000 per ekor dengan bobot yang sama.

"Namun dengan harga jual hanya Rp 12.500 per ekor, maka kerugian yang kami alami mencapai Rp 3.500 per ekor. Kalau kami memelihara 10.000 ekor saja, hitung saja sendiri berapa kerugian kami," jelasnya.

Hal serupa juga disampaikan Bambang Setiaji, warga Purwokerto yang memiliki peternakan ayam petelur di Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga. Dia menyebutkan, harga telur ayam ras di tingkat peternak saat ini hanya laku Rp 17.000 per kg. Harga ini, menurutnya sudah tidak rasional untuk menutup biaya produksi yang harus dia keluarkan.

"Semua peternak, baik peternak ayam petelur maupun ayam pedagang mengalami hal yang sama. Mengalami rugi besar. Di saat harga pakan melonjak, harga telur dan daging ayam malah anjlok luar biasa," katanya.

Dia menyebutkan, agar usaha peternakannya bisa mendapatkan keuntungan, paling tidak harga telur di tingkat peternak laku dijual Rp 23.000 per kg. "Dengan  produksi telur sebanyak 3-5 ton per hari yang saya kelola, coba saja dihitung berapa kerugian yang saya alami setiap hari," katanya.

Dia mengakui, anjloknya harga produk peternakan unggas ini, memang disebabkan hukum pasar. Tingginya pasokan, tidak diimbangi dengan permintaan yang belakangan memang dinilai lesu. "Tapi mestinya pemerintah ikut memikirkan nasib kami, agar usaha peternakan unggas bisa terus berjalan," katanya.

Andrian mengakui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memang telah menetapkan kenaikan harga acuan telur dan daging ayam yang akan mulai berlaku pada 1 Oktober 2018. Harga acuan telur ayam ras yang semula Rp 17.000-Rp 19.000/kg per kg di tingkat peternak, naik menjadi Rp 18.000-Rp 20.000/kg. Demikian juga dengan ayam hidup yang semula Rp 17.000-Rp 19.000 per kg di tingkat peternak, naik menjadi Rp 18.000-Rp 20.000 per kg.

Namun dia menyebutkan, penetapan harga acuan tersebut seperti tidak ada manfaatnya. "Kenyataannya, harga daging ayam dan telur ayam di lapangan, selama ini selalu fluktuatif. Kalau sedang naik, bisa tinggi sekali. Namun kalau sedang anjlok, harga ayam seperti terjun bebas," katanya.

Dia menyebutkan, kalangan peternak sebenarnya tidak menginginkan kondisi seperti ini. "Kami ingin harga tetap stabil, tidak merugikan peternak dan tidak memberatkan konsumen, sehingga kami bisa menggeluti usaha ternak dengan tenang. Namun kenyataannya, selama ini harga ayam dan telur selalu fluktuatif," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement