Rabu 03 Oct 2018 23:31 WIB

LIPI: Adang Tsunami dengan Mangrove

Pantai di Teluk Palu jarang ditumbuhi mangrove karena merupakan perairan dalam.

Red: Ani Nursalikah
Seorang pengunjung berjalan di atas tracking mangrove di Desa Langge, Kabupaten Gorontalo Utara.
Foto: Muhammad Hafil/Republika
Seorang pengunjung berjalan di atas tracking mangrove di Desa Langge, Kabupaten Gorontalo Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Geofisika Kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nugroho Dwi Hananto mengatakan mangrove atau bakau dengan akar tunjangnya yang tumbuh rapat dan melebar akan bekerja seperti jaring untuk mengadang gelombang laut seperti tsunami.

"Seperti baskom berisi air lalu dimasuki spon, maka akan ada bagian air yang bergolak, namun ada pula yang tenang karena terhalang oleh spon tadi," kata Nugroho, Rabu (3/10).

Ia mengatakan sama halnya ketika ada pesisir yang rapat ditumbuhi mangrove maka akan ada reaksi di mana air yang ada di sisi daratan akan lebih tenang. "Sekarang kita perlu lihat apakah pantai-pantai kita masih ada mangrovenya atau tidak. Kalau ada kita perlu pelihara, kalau tidak ada tapi (daerahnya) potensial ditanami mangrove maka tanamilah," ujar dia.

Karena selain bisa meredam tsunami, Nugroho mengatakan mangrove juga bisa memberikan jasa lingkungan seperti penyerapan karbon dan menjadi tempat memelihara ikan-ikan dan satwa laut lainnya.

Mangrove juga memiliki karekter tumbuh di pantai yang tidak curam karena di sana tumbuhan ini tidak terhantam ombak. "Bisa saja kita tegakkan dengan bambu, tapi memang tidak semua pantai bisa kita kasih mangrove. Jadi perlu dilihat cocok atau tidak," kata Nugroho.

Jika tidak cocok, maka untuk keperluan mitigasi di daerah pesisir bisa dibangun tembok penahan tsunami, seperti yang dilakukan di Jepang. Atau cara lain dengan membuat jalur evakuasi.

Untuk pantai-pantai di Teluk Palu, menurut Nugroho, memang akan jarang ditumbuhi mangrove mengingat daerah itu merupakan perairan dalam. Kecenderungannya jika teluk dalam dan menyisakan sedikit pantai, maka gelombangnya akan besar sehingga tumbuhan seperti mangrove akan sulit berkembang.

"Zaman dulu orang memang suka membuat kota di teluk karena biasanya ombaknya tenang. Tapi kita juga belajar, seharusnya kota tidak dibangun di atas sesar aktif," kata Nugroho.

Jadi, menurut dia, memang perlu dipetakan lagi lokasi-lokasi rawan gempa dan tsunami di Indonesia agar mitigasi bencana yang diupayakan menjadi efektif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement