Ahad 11 Nov 2018 23:15 WIB

Orang Silat Semakin Hebat Semakin Menunduk

Tugas guru-guru silat saat ini tak sekadar mengajarkan gerakan-gerakan silat

Red: Agung Sasongko
Para tuo silek (guru silat) berkumpul di Pagaruyung, Sumatra Barat dalam acara 'Maestro Silek Minang', Ahad (11/11).
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Para tuo silek (guru silat) berkumpul di Pagaruyung, Sumatra Barat dalam acara 'Maestro Silek Minang', Ahad (11/11).

REPUBLIKA.CO.ID, TANAH DATAR -- Sedikitnya 20 perguruan silek (silat) berkumpul di Pagaruyung, Sumatra Barat pada Ahad (11/11). Puluhan pendekar silat tersebut berkumpul dalam ajang 'Maestro Talk Silek Minang' untuk membahas tantangan yang dihadapi pesilat dalam mengembangkan ilmu bela diri ini.

Namun ada satu topik yang menjadi isu penting dalam pertemuan ini, yakni mengembalikan silek Minang sesuai filsafat awalnya.  Tetua Adat Nagari Pariangan, Irwan Malinbasa, menyebutkan bahwa acara 'kumpul-kumpul' para guru tua silek ini dihadiri oleh berbagai perguruan silek di Sumbar, seperti perguruan silek Pariangan, silek Lintau, silek Kumango, silek Sungai Patai, silek Maninjau, silek Payakumbuh, silek Solok Selatan, dan silek Bukittinggi.

Kehadiran puluhan pesilat kali ini memang diakui belum mewakili seluruh aliran silek di Sumbar yang menyentuh ribuan.  "Namun prinsipnya, filosifinya sama," kata Irwan, Ahad (11/11).

Persoalan filsafat silat ini, sebut Irwan, memang mulai mengalami pergeseran sejak silat secara aktif dipertandingkan. Ia sendiri memandang bahwa pencak silat sebagai sebuah cabang olahraga yang dipertandingkan dalam berbagai pentas sebetulnya bukan hal buruk. Menurutnya, hal ini justru membuat silat atau silek semakin dikenal masyarakat khususnya generasi muda.

"Namun filosofinya perlu dikembalikan. Silek ini pada dasarnya adalah kebutuhan bagi anak muda Minang. Anak muda Minang harus bisa silek. Termasuk nilai keluhuran agama di dalamnya," jelas Irwan.

Bagi Irwan, tugas guru-guru silat saat ini tak sekadar mengajarkan gerakan-gerakan silat namun juga nilai-nilai apa yang diturunkan melaluinya. Contoh sederhana, dahulu belajar silat dilakukan saat malam hari di samping rumah gadang, surau, atau malah di dalam hutan.

Alasannya, pesilat sejati justru tak ingin diketahui bahwa dirinya 'jago silat'. Belajar silat di kegelapan diyakini menghindarkan orang lain mengetahui sejauh mana kepandaian seorang pesilat.

"Kita harus rendah hati. Dan kalau bisa disembunyikan jangan sampai orang tau bahwa kita pandai," katanya.

Selain itu, ujar Irwan, filsafat silat Minang yang terpenting bukan perkara kecepatan gerakan atau kekuatan gerakan. Menurutnya, justru seorang pesilat harus memahami proses penyatuan diri antara dirinya dengan gerakan silat itu sendiri.

"Filosofi silat tertinggi bukan power namun penyatuan diri. Jadi filosofi silat yang sebetulnya agak berbeda dengan sekarang," katanya.

Ia melanjutkan, perbedaan filsafat antara silek saat ini dengan silek di masa lalu berada pada pemaknaan gerakan, pakaian, hingga senjata yang dipakai. Baginya, silek yang luhur adalah silek yang tidak mencari-cari musuh.

"Silat ini kebersihan diri. Orang silat semakin hebat semakin menunduk. Musuh itu tak perlu dicari, kalau ketemu dielakkan, kalau ngga bisa baru dihadapi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement