Kamis 07 Feb 2019 15:24 WIB

PBNU: Kemendikbud Sepakat Tarik Buku Tematik Kelas V SD

Istilah masa awal radikal tak tepat jika ingin menggambarkan perjuangan kala itu.

Rep: Mabruroh/ Red: Andi Nur Aminah
Helmy Faisal
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Helmy Faisal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini menyatakan, pihaknya dan LP Maarif telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hasil pertemuan itu, Kemendikbud sepakat untuk menarik kembali buku ajar Tematik Kurikulum 2013 kelas V SD.

“Kemarin LP Maarif sudah berkoordinasi dengan Kemendikbud dan pihak Kemendikbud sepakat untuk menarik buku tersebut,” ujar Hilmy saat dikonformasi Republika.co.id, Kamis (7/2).

Baca Juga

Hilmy memaparkan, di dalam buku pelajaran Tematik Terpadu Kurikulum 2013 kelas V SD, tepatnya pada halaman 45 terdapat tulisan “Masa Awal Radikal” (Tahun 1920-1927-an). Bunyinya: Perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah pada abad ke-20 disebut masa radikal karena pergerakan-pergerakan nasional pada masa ini bersifat radikal atau keras terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka menggunakan asas nonkooperatif atau tidak mau bekerja sama. Organisasi-organisasi yang bersifat radikal adalah Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Partai Nasional Indonesia.

Dalam buku panduan belajar tersebut, Helmy menjelaskan, disebutkan organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), sebagai salah satu organisasi radikal. Meskipun frasa ‘organisasi radikal’ yang dimaksud adalah organisasi radikal yang bersikap keras menentang penjajahan Belanda, dalam konteks ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sangat menyayangkan diksi “organisasi radikal” yang digunakan oleh Kemendikbud dalam buku tersebut. “Istilah tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman oleh peserta didik di sekolah terhadap Nahdlatul Ulama,” ucapnya.

Pasalnya, organisasi radikal belakangan ini identik dengan organisasi yang melawan dan merongrong pemerintah, melakukan tindakan-tindakan radikal, dan menyebarkan teror. Sehingga, pemahaman seperti ini, menurutnya, akan berbahaya, terutama jika diajarkan kepada siswa-siswi yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Atas kejadian ini, menurutnya, Kemendikbud kurang jeli dan tidak pas dalam membuat fase Pergerakan Nasional dalam memperjuangkan kemerdekaan. Penulis buku menyebut bahwa setelah mengalami fase pergerakan nasional pada 1900-an, kemudian dilanjutkan dengan fase masa awal radikal yang terjadi pada 1920-1926.

“Istilah masa awal radikal ini yang keliru dan tidak tepat jika ingin menggambarkan perjuangan kala itu yang lebih tepat frasa yang digunakan adalah masa patriotisme, yakni masa-masa menetang dan melawan penjajah,” paparnya

Oleh karena itu, PBNU meminta kepada Kemendikbud untuk bertanggung jawab atas persoalan ini. Karena potensi mudarat yang ditimbulkan sangat besar, sehingga harus diambil langkah cepat untuk menyikapinya.

Kejadian ini pun, tambahnya, menjadi pembelajaran berharga bagi PBNU. Pihaknya tidak akan membiarkan peristiwa tersebut terulang kembali. “Kami tidak akan membiarkan setiap ada kejadian yang keliru,” tegasnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement