Rabu 13 Mar 2019 08:26 WIB

BPN Pun Mengkritisi Putusan Bawaslu

TKN optimistis keputusan Bawaslu tak menurunkan kualitas pemilu.

Red: Elba Damhuri
Ilustrasi Pemilu 2019
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Pemilu 2019

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arif Satrio Nugroho, Ronggo Astungkoro

JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengkritisi putusan Badan Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Selatan yang menghentikan kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu 15 camat di Makassar. Sekretaris BPN Hanafi Rais menilai, penghentian kasus itu oleh Bawaslu berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.

Baca Juga

Menurut Hanafi, 15 camat terlihat jelas melakukan deklarasi mendukung pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin. "Saya agak kaget karena jelas-jelas di video itu kan camat, apalagi berseragam itu melakukan deklarasi dukungan ya. Saya nggak habis pikir mengapa itu dianggap tidak melanggar," tutur Hanafi di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (12/3).

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menambahkan, penghentian kasus ini masih menjadi pertanyaan besar bagi BPN. Ia menilai, masyarakat dapat melihat kinerja dan netralitas penyelenggara pemilu, dalam hal ini Bawaslu.

"Selama ini kita mencoba percaya dengan para penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu. Dan, kalau sudah dengan kasat mata dan di nalar biasa saja itu masuk pelanggaran terkait dengan jabatan aktif melakukan dukungan, tidak cuti segala, itu tentu sudah tidak masuk di akal kita," kata dia.

Wakil Ketua Umum PAN ini juga menganggap, masyarakat bakal melihat keberpihakan penyelenggara pemilu pada paslon tertentu. Dengan demikian, kata Hanafi, lama kelamaan masyarakat akan memberikan penghakiman dengan memberikan dukungan pada pihak yang dianggap dicurangi.

"Kalau itu dibiarkan terus, masyarakat mungkin sekarang ya tidak bisa marah dalam arti vulgar, tetapi saya kira lama kelamaan mereka akan kecewa dan saya meyakini masyarakat akan memberi hukuman pada mereka yang curang di bilik suara nanti dengan memilih Prabowo-Sandi," ujar Hanafi.

Juru Bicara BPN Ferry Juliantono meminta mahasiswa ikut mengawasi kinerja Bawaslu dalam memproses perkara. Menurut dia, mahasiswa sebagai kaum intelektual di masyarakat harus berperan aktif menjadi pengawas kinerja penyelenggara pemilu.

Ia mengimbau mahasiswa dan masyarakat jangan hanya melaporkan dugaan pelanggaran kampanye ASN atau pejabat daerahnya, tetapi juga ikut mengawal proses penyelesaian di Bawaslu.

"Teman-teman mahasiswa untuk bukan hanya sekadar melaporkan, tapi tongkrongin Bawaslu untuk memutuskan terjadi pelanggaran atau tidak," ia menjelaskan.

Sementara itu, Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin meminta masyarakat percaya keputusan yang diambil Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan terhadap 15 camat yang diduga mendeklarasikan dukungan untuk paslon 01.

"Kamu tahu Sulawesi Selatan itu termasuk basisnya siapa? Prabowo. Bawaslunya tegas berarti dan memang mereka tidak mendapatkan kesalahan, ya oke," kata Juru Bicara TKN Arya Sinulingga.

Arya mengakui, ASN memang tidak boleh menyatakan dukungan mereka kepada paslon manapun. Meski demikian, dia melanjutkan, bukan berarti mereka tidak diperkenankan untuk memberikan hak pilih.

Ketua DPP partai Perindo ini menyamakan kasus deklarasi camat dengan kasus yang menimpa Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Ma'arif yang diputuskan tidak melakukan pelanggaran pemilu. Ia juga membela Bawaslu atas kasus yang pernah menimpa Kepala Desa Sampangagung, Kutorejo, Mojokerto, Jawa Timur, Suhartono alias Nono.

Arya mengimbau, semua pihak meneliti perbedaan kedua kasus tersebut. Dia optimistis keputusan yang diambil penyelenggara pemilu tidak akan menurunkan kualitas pesta demokrasi lima tahunan. "Lagi pula berdasarkan survei SMRC, tingkat kepercayaan publik kepada KPU dan Bawaslu tinggi," katanya.

Pertimbangan Bawaslu Sulsel

Di tempat terpisah, Ketua Bawaslu Sulsel Laode Arumahi menegaskan, meskipun memutus tidak melakukan pelanggaran pidana pemilu, 15 camat tetap terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilu. Penyebab terpenuhinya unsur pelanggaran administrasi itu adalah tindakan 15 camat yang tidak netral dalam bentuk keberpihakan.

Menurut UU ASN Nomor 5 Tahun 2014, larangan tidak netral ini tidak hanya mengikat pada saat kampanye. "Jadi, tidak terikat apakah setelah, saat pemilu, atau sebelum pemilu. Para ASN tetap tidak boleh memperlihatkan sikap yang mengarah pada dukungan politik kepada salah satu peserta," tutur Laode.

Hasil putusan Bawaslu Sulsel ini sudah disampaikan kepada Komite ASN. Laode beralasan, penghentian kasus pidana pemilu 15 camat berdasarkan tayangan video yang dinilainya tidak ada unsur kampanye.

Video tersebut bukan merupakan pernyataan kampanye. Bawaslu Sulsel sudah memeriksa saksi-saksi dan dua ahli, yakni ahli hukum pidana pemilu dan ahli hukum tata negara dari Universitas Airlangga dalam penanganan 15 camat itu.

Selain itu, Bawaslu juga memeriksa KPU Sulsel untuk meminta penjelasan soal unsur kampanye dalam video. Dengan begitu, Bawaslu Sulsel yakin jika langkah mereka sudah tepat. "Kalau persepsi orang luar, ya biarkan saja. Kami ini mengacu kepada UU. Jadi, bukan hanya pemahaman kami sendiri dan itu ternyata diperkuat sama pernyataan para ahli," Laode menambahkan.

Ketua Komite ASN Sofian Effendi mengaku akan segera menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu atas 15 camat. Tim KASN akan langsung melakukan verifikasi ke lapangan dan selanjutnya akan menyidangkan hasil verifikasi itu. Sanksi kepada para camat akan diputuskan dalam sidang.

"Jadi, sanksinya tergantung dari hasil sidang apakah ini masuk pelanggaran dengan sanksi ringan, sedang, atau berat. Jika ringan, akan diberikan teguran tertulis. Kalau sedang, akan diberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat atau penurunan pangkat. Kalau berat, bisa sampai pemberhentian sebagai camat," ujar Sofian.

(rizkyan adiyudha/dian erika nugraheny ed: agus raharjo)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement