Ahad 17 Mar 2019 09:26 WIB

Pasien Glaukoma Masih Minim Perhatian Pemerintah

Pasien glaukoma membutuhkan pengobatan seumur hidup

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi pemeriksaan mata.
Foto: ANTARA/M Agung Rajasa
Ilustrasi pemeriksaan mata.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah dinilai masih kurang memperhatikan penyakit glaukoma. Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta, Rastri Paramita, mengatakan pemerintah masih fokus dalam menanggulangi penyakit menular.

Padahal, glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bahkan, glaukoma menyebabkan kebutaan permanen. Penyakit mata ini berbeda dengan katarak yang dapat disembuhkan.

"Karena pemerintah masih fokus pada penyakit menular, sementara glaukoma tidak menular, makanya kita gencar mendidik masyarakat agar sadar akan penyakit ini," kata Rastri di RS Mata Dr. Yap Yogyakarta.

Ia mengatakan, pasien glaukoma membutuhkan pengobatan jangka panjang. Sehingga, perhatian terhadap penyakit ini harus ada. Terlebih angka penderitanya terus meningkat. Pada 2018 saja angkanya mencapai 15.475 orang khusus di RS Mata Dr. Yap. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 14.824 orang.

Penderita tersebut tidak hanya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun, juga dari berbagai daerah lainnya di luar DIY. "Khusus di Yap, memang kami rujukan dari seluruh Indonesia. Tapi paling banyak dari DIY dan Jateng," katanya.

Walaupun pemerintah telah memayungi pengobatan beberapa penderita glaukoma dengan BPJS Kesehatan, hal ini masih dirasa kurang. Pemerintah, katanya, harus memasukkan penyakit ini dalam kategori penyakit kronis di BPJS Kesehatan.

"Glaukoma ini obat seumur hidup. Inginnya dimasukkan dalam BPJS, supaya difasilitasi obat yang lebih banyak sehingga akan menjadi lebih baik," ujarnya.

Rastri pun pernah melakukan penelitian terkait glaukoma di DIY pada 2014 lalu. Berdasarkan penelitian tersebut, angka kebutaan mencapai 1,34 persen dari total penduduk DIY. Sebanyak 0,17 persennya mengalami kebutaan akibat menderita glaukoma. Kebutaan terjadi karena penanganan yang terlambat dilakukan.

Penanganan terlambat disebabkan tidak hanya karena faktor ekonomi. Akan tetapi juga karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai deteksi dini dan pengetahuan terhadap glaukoma.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement