Kamis 21 Mar 2019 00:20 WIB

KPPU: Impor Bawang Putih Berpotensi Ganggu Persaingan Usaha

Bawang putih yang diimpor Bulog dijual di pasar yang berbeda.

Red: Satria K Yudha
Pedagang memilah bawang putih impor di Pasar Induk Kramat Jati , Jakarta, Kamis (23/4). (prayogi/Republika).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang memilah bawang putih impor di Pasar Induk Kramat Jati , Jakarta, Kamis (23/4). (prayogi/Republika).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai rencana impor bawang putih untuk stabilisasi harga oleh Bulog berpotensi menganggu kompetisi usaha. Selain itu, berpotensi menciptakan ketidakadilan terhadap importir yang patuh serta petani bawang.

Komisioner KPPU Chandra Setiawan mengatakan, salah satu ketidakadilan itu adalah karena Bulog tidak terkena aturan kewajiban menanam bawang putih sebesar lima persen dari volume impor sesuai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Permentan Nomor 38 Tahun 2017. Padahal, selama ini kewajiban menanam bawang putih tersebut telah membuat biaya produksi importir menjadi lebih besar dan bisa mempengaruhi harga jual di pasaran.

Baca Juga

"Ketika orang mengimpor lalu disuruh tanam, itu menjadi biaya. Ada biaya tambahan yang mereka keluarkan sehingga memengaruhi harga," ujar Chandra, Rabu (20/3).

Selain itu, penugasan untuk stabilisasi harga ini juga belum ditegaskan melalui penerbitan peraturan dari Kementerian Pertanian. Chandra mengingatkan, bawang putih yang diimpor Bulog sebaiknya tidak dijual di pasar yang sama dengan bawang putih impor lainnya, karena akan membuat tingkat persaingan komoditas tersebut menjadi tidak sehat.

"Kalau diskriminatif, itu berarti mereka bersaingnya tidak dalam level yang sama, sehingga persaingannya tidak sehat," katanya.

Sebelumnya, sejumlah importir mengkhawatirkan penugasan impor bawang putih bisa membuat harga jual bawang putih yang dipasarkan akan kalah bersaing dengan barang milik Bulog, padahal importir memiliki beban tanam yang membutuhkan biaya tidak sedikit.

Kondisi ini dipertanyakan karena Bulog juga tidak wajib mematuhi syarat tanam lima persen dari volume impor sesuai ketentuan, meski selama ini terdapat BUMD yang melakukan impor dengan tetap mematuhi syarat tanam tersebut.

Selain itu, importir ikut mengkhawatirkan aliran distribusi bawang putih itu, karena masih ada sejumlah importir yang belum bisa melakukan impor, disebabkan belum keluarnya RIPH, meski sudah melakukan pengajuan sejak Januari 2019.

Dalam rapat koordinasi terbatas, pemerintah berencana untuk melakukan impor bawang putih sebesar 100 ribu ton dari Cina sebagai upaya stabilisasi harga. Saat ini, komoditas pangan tersebut mengalami kenaikan harga hingga rata-rata mencapai Rp45.000-Rp50.000 per kilogram di tingkat pedagang karena berkurangnya pasokan.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bawang putih pada 2018 sebanyak 580.080 ton dengan nilai 493,77 juta dolar AS. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement