Selasa 16 Apr 2019 09:03 WIB

Waspada Lonjakan Angka Pasien Gangguan Jiwa Usai Pemilu 2019

Pemilu tak hanya memunculkan wakil rakyat baru tapi juga pasien gangguan jiwa

Rep: Desy Susilawati/ Red: Christiyaningsih
Orang yang mengalami gangguan jiwa (ilustrasi)
Foto: Boldsky
Orang yang mengalami gangguan jiwa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesta demokrasi tak hanya memunculkan wakil rakyat baru namun juga menimbulkan lonjakan pasien gangguan jiwa. Setidaknya itulah yang tergambar dalam dua Pemilu terakhir yakni pada 2009 dan 2014 silam.

Data Kementerian Kesehatan menyebut pascapemilu 2009 ada ribuan pasien gangguan jiwa baru yang dihubungkan akibat dampak Pemilu 2009. Pada Pemilu 2014 juga terjadi kembali lonjakan angka orang dengan gangguan jiwa walau dengan jumlah yang tidak sebanyak 2009.

Baca Juga

Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, peningkatan gangguan jiwa juga diprediksi akan terjadi pada Pemilu tahun ini. Ia menjelaskan gangguan jiwa yang bisa terjadi adalah gangguan jiwa ringan misalnya depresi sampai berat atau psikosis akut.

Kekecewaan pasti dialami oleh sebagian calon legislatif (caleg) yang gagal tersebut. "RSUD dan RS Jiwa juga sudah mengantisipasi lonjakan pasien gangguan jiwa pascapemilu ini," ujarnya kepada Republika, Selasa (16/4).

Pemilu tahun ini melibatkan peserta 245.106 caleg DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Mereka hanya memperebutkan 10 persen kursi. Artinya akan ada 200 ribu orang gagal dan pastinya kecewa karena tidak berhasil menjadi anggota dewan. Menariknya data di KPU mencatat hampir tiga ribuan caleg tersebut tidak punya atau belum punya pekerjaan.

Para caleg sudah bekerja keras tanpa kecuali. Caleg dengan nomor urut kecil seolah-olah punya harapan sedang caleg nomor urut awal juga  tidak bisa yakin menang. Apalagi jika masyarakat pemilihnya paham yang dipilih orang bukan partai. "Jelas kondisi ini membuat para caleg akan mengalami stres luar biasa untuk meraih harapan kursi tersebut," jelas Ari.

Perjalanan panjang pun sudah dilalui oleh para caleg untuk menjadi caleg. Ada caleg yang keluar dari perkerjaannya karena merasa berpeluang besar menjadi anggota legislatif. Perjalanan panjang sudah dilalui dan penentuan tinggal besok apakah mereka berhasil atau gagal.

Selain para caleg, menjelang Pemilu para keluarga caleg, politisi, dan penyandang dana para caleg juga ikut harap-harap cemas apakah mereka, keluarga mereka, atau caleg yang diusung berhasil. Dana besar yang terus dikeluarkan selama masa kampanye  menjadi salah satu faktor stres tersendiri. Belum lagi jika uang tersebut didapat melalui pinjaman uang baik melalui kantor pengadaian, bank, atau bahkan rentenir.

Rumah, tanah, atau aset  lain mungkin sudah jadi jaminan dari proses utang piutang ini. Aset akan tersita jika mereka tidak bisa mengembalikan dana pinjaman tersebut. Kondisi ini jelas berpotensi menimbulkan kekecewaan dan stres yang cukup berat apalagi jika rumah tangga berantakan akibat gagal nyaleg.

"Tentu kita harus belajar dari pengalaman pemilu 2009 dan 2014, terjadi peningkatan orang dengan gangguan jiwa akibat Pemilu. Gangguan jiwa yang terjadi mulai dari depresi, psikosis, bahkan bunuh diri (tentament suicide)," terang dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement