Sabtu 08 Jun 2019 01:10 WIB

Nasihat Umar bin Khaththab tentang Kesederhanaan Pemimpin

Umar bin Khaththab merupakan sosok pemimpin yang sederhana dan tegas

Red: Hasanul Rizqa
(ilustrasi) Khalifah Umar
Foto: tangkapan layar wikipedia
(ilustrasi) Khalifah Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umar bin Khattab merupakan salah seorang sahabat utama di sisi Rasulullah Muhammad SAW. Al-Faruq, demikian julukannya, memiliki sifat yang tegas dalam membela kebenaran dan mencegah kemungkaran. Tidak hanya itu, dia juga menerapkan disiplin yang ketat setidaknya bagi diri sendiri.

Sebagai seorang pemimpin, khalifah kedua dari jajaran khulafaur rasyidin itu selalu hidup sederhana. Jauh sekali dari kesan glamor, layaknya seorang raja. Padahal, wilayah kekuasaan Islam saat itu sudah merambah luas ke luar Jazirah Arab. Bahkan, kekhilafahan di bawah pimpinan Umar sudah dapat menaklukkan Persia dan menggetarkan Romawi.

Baca Juga

Dalam hal ini, Umar begitu konsisten mencontoh perikehidupan Nabi SAW. Sebagai seorang khalifah, ia sesungguhnya layak memeroleh jaminan keuangan dari kas negara. Akan tetapi, ia selalu menjaga diri dan keluarganya dari apa-apa yang bukan haknya.

Ia tidak meminta jatah keuangan dari Baitul Maal. Tidak pula sekalipun memakmurkan kehidupan pribadinya di atas kehidupan Muslimin.

Dari gaya berpakaian dan makannya, khalifah kedua itu senantiasa berlaku sederhana. Kepribadian Umar telah melegenda. Dia tidak akan nyaman mencerna makanan sebelum merasa yakin, seluruh rakyatnya telah menerima pembagian dana sosial, terutama di musim paceklik. Tidak jarang, Umar diam-diam berkeliling memantau langsung keadaan rakyatnya di malam hari. Tidak bisa tidur dengan tenang bila ada rakyatnya yang kelaparan.

Ia berusaha keras menekan harga bahan makanan pokok agar terjangkau oleh golongan ekonomi lemah. Umar merupakan sosok pemimpin yang selalu mengoreksi dirinya sendiri sebelum rakyat sempat mengkritiknya.

Suatu ketika, Umar pernah menegur seorang gubernurnya di Yaman. Sebab, sang gubernur ini diketahui gemar mengenakan pakaian dan wewangian yang berlebihan.

Dengan nasihat yang meyakinkan, gubernur itu membalas surat Umar. Intinya, dia meminta maaf dan berjanji akan mengoreksi perbuatannya.

Setahun kemudian, gubernur Yaman itu kembali kepada Umar, tetapi kali ini dengan berpakaian compang-camping. Umar lantas menegurnya dengan berkata, "Aku tidak mengharap keadaanmu sampai seperti ini. Demikian juga sebaliknya, aku tidak menginginkan hidupmy berlebih-lebihan."

"Yang aku harapkan kepada seluruh gubernur kita hidup secara layak dan wajar. Tidak menunjukkan kenistaan, tetapi tidak pula bermegah-megahan. Kalian boleh makan, minum, dan memakai wangi-wangian. Dalam tugas kalian nanti, kalian akan mengetahui apa yang aku benci,” demikian katanya lagi. Demikian dinukil dari buku Menyusuri Jejak Manusia Pilihan, Umar Bin Khattab karya Abbas Mahmud Aqqad.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 229)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement