Kamis 20 Jun 2019 20:17 WIB

PSGA, Garda Terdepan Penguatan Ketahanan Keluarga

Kasus anak yang kecanduan gadget ini harus jadi perhatian civitas akademika.

Rep: Maman Sudiaman/ Red: Agus Yulianto
Workshop Gender dan Anak bertajuk Keluarga Masa Depan Perspektif Islam yang diselenggarakan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN SGD Bandung di Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Sumedang, Kamis (20/6/2019).
Foto: dok. Humas al-Jamiah UIN SGD Bandung
Workshop Gender dan Anak bertajuk Keluarga Masa Depan Perspektif Islam yang diselenggarakan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN SGD Bandung di Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Sumedang, Kamis (20/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai perlunya peran orang terdekat untuk mengatasi kecanduan anak pada gawai. Pasalnya, pada saat KPAI membuka layanan pengaduan bagi anak yang diduga kecanduan gadget di  Januari 2018, baru dua hari dibuka, sudah menerima sekitar 10 laporan anak kecanduan gawai.

Adanya kasus-kasus anak yang kecanduan gadget ini harus jadi perhatian civitas akademika dalam mendidik dan membangun keluarga di tengah-tengah era revolusi industri 4.0. 

Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Rektor I Prof Dr H Asep Muhyidin MAg yang didampingi Dr H Munir MA, Dr Akmaliyah MAg saat membuka Workshop Gender dan Anak bertajuk Keluarga Masa Depan Perspektif Islam yang diselenggarakan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN SGD Bandung di  Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Sumedang, Kamis (20/6).

Mohamad Udin SSos Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak (KPPPA) dan Ala'i Nadjib, MA Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tampil sebagai pembicara Workshop Gender dan Anak yang dipandu oleh Dr Wahyudin Darmalaksana MAg.

Asep Muhyidin menjelaskan, tantangan di era revolusi industri 4.0 dalam membangun keluarga sangat kompleks dan serba digital. Mulai dari hubungan suami-isteri, orang tua dengan anak, sampai anak-anak dengan gadget. 

"Saya mempunyai cucu, terkadang supaya anak tidak menggangu aktivitas orang tuanya diberikanlah gadget. Lama-lama kecanduan HP," ungkapnya.

Hal ini menjadi sisi negatif dari kehadiran teknologi informasi, internet yang justru dapat merusak masa depan keluarga dengan banyak kasus anak yang ketagihan gadget. Padahal, banyak sisi positif dari internet. Oleh karena itu, gunakan dan manfaatkan teknologi informasi untuk hal-hal yang baik, 

Dia menegaskan, ajar Islam mengatur model keluarga muslim dengan memegang teguh prinsip tawajun (keseimbangan), taawun (kerjasama), saling memberi, melengkapi yang mengedepankan kewajiban daripada menuntut haknya. 

Caranya dengan meneladani keluarga Lukman yang termuat dalam Alquran surat Lukman dari ayat 12-19. "Model pendidikan keluarga Lukman ini harus direnungkan dan dijadikan teladan bersama dalam membangun karakter keluarga Qurani," kata Asep.

Dia berharap, melalui kegiatan workshop ini kehadiran pusat studi gender dan anak dapat menjadi garda terdepan dalam membangun dan menguatkan ketahanan keluarga dengan meneladani kisah Lukman.

"Untuk masalah anak yang kecanduan gadget, sebaiknya para orangtua bisa mengarahkan, membimbing, mendampingi dan mengajak anak-anaknya untuk terus belajar agama, etika, kesopanan dengan memanfaatkan teknologi informasi," ujarnya.

Gender dan 4.0

Untuk internalisasi gender perspektif Islam dalam keluarga di era 4.0, Ala’i Nadjib mejelaskan, evolusi industri 4.0  keempat ini ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Ruang publik dan domestik barangkali nanti akan tidak lagi menjadi perdebatan saat revolusi industri 4.0

"Inilah era yang disebut dengan era digital  teknologi yang ditandai dengan  manusia satu dan yang lain saling terkoneksi, mudah berkomunikasi, flexible, cashless, dunia serba online dan lain-lain," tegasnya.

Era digital ini ditandai tidak ada lagi sekat publik dan domestik karena manusia menjadi bebas mengatur dirinya dari keterikatan formal struktural. Era ini menurut Rheinal Kasali akan ada disrupsi (perubahan) fenomena kehidupan masyarakat.  Perubahan dari konvensional menuju yang digital. Termasuk di dalamnya  transaksi dan pasar digital. 

Bagi perempuan, era digital ini sebenarnya membuat perempuan lebih flexible mengatur waktunya. "Jika dahulu ranah aktulisasi perempuan  selalu dihubungkan dengan kesempatan keluar rumah, jarak menjadi batasan, maka era ini memungkinkan perempuan bekerja dari rumah," paparnya. 

Pola asuh

Mohamad Udin, S.Sos peran, tanggung jawab dan pola asuh anak orang tua menjadi penting dalam membangun keluarga idela. Pola asuh adalah cara yang digunakan dalam usaha membantu anak untuk tumbuh dan berkembang dengan merawat, membimbing dan mendidik, agar anak mencapai kemandiriannya. 

"Pada dasarnya pola asuh adalah suatu sikap dan praktek yang dilakukan oleh orang meliputi cara memberi makan pada anak, memberikan stimulasi, memberi kasih sayang agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik," jelasnya. 

Menurutnya, anak yang saleh tidak dilahirkan secara alami. "Mereka memerlukan bimbingan dan pembinaan yang terarah dan terprogram," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement