Jumat 21 Jun 2019 11:25 WIB

Novel Baswedan Isi Podcast Soal Antikorupsi

Novel Baswedan digandeng Laila Achmad dan Dara Hanafi isi podcast antikorupsi.

Red: Reiny Dwinanda
Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan pers setelah diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan pers setelah diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengisi podcast Kejar Paket Pintar Laila Achmad dan Dara Hanafi mengakui bahwa anak muda masih banyak yang belum memenuhi isu korupsi. Mereka pun sepakat gerakan anti korupsi perlu lebih "dibumikan".

"Kami sangat berterima kasih mas Novel Baswedan bersedia mengisi podcast kami karena kami memang berusaha membumikan isu ini dengan bahasa orang awam. Ada banyak istilah yang tidak dimengerti orang awam, banyak yang tidak tahu komisoner KPK siapa," kata Laila dalam acara "KPK Harus Mati" di auditorium gedung Anti Coruption Learning (ACLC) KPK Jakarta, Kamis (20/6).

Baca Juga

Acara "KPK Harus Mati" merupakan diskusi 800 Hari Novel di mata Sahabat Muda yang diadakan oleh Wadah Pegawai KPK dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Pembicara dalam acara tersebut adalah Penulis Maman Suherman, podcaster Laila dan Dara, pegiat anti-korupsi Indonesia Corruption Watch Lalola Easter dan peneliti Amnesty Internasional sekaligus pembuat video Novel versi milenial Aldo Kaligis.

Laila Achmad dan Dara Hanafi merupakan pengisi konten podcast Kejar Paket Pintar yang banyak bicara soal fenomena sosial, pop culture, politik, buku, film hingga korupsi.

"Banyak sekali yang mengirimkan pesan ke saya, ada agenda apa? Mas Novel ini kepentingan politik apa?" kata Laila.

Laila mengakui bahwa para pendengarnya kebanyakan adalah generasi milenial berusia sekitar 20-an tahun dan masih cenderung pasif terhadap isu korupsi.

"Mereka belum dekat dengan isu KPK dan korupsi. Saat kami ambil Mas Novel Baswedan untuk direkam dan ditayangkan tanggapannya juga banyak menyebutkan ''Wah, hebat'', persepsinya sosok Mas Novel di atas banget, seperti KPK di atas banget, artinya ya ini lembaga yang penuh risiko, ada jarak yang tidak nyambung dengan masyarakat dan podcast kami berusaha membumikannya meski kami sendiri juga tidak terlalu dekat dengan isu korupsi," ungkap Laila.

Dalam podcast tersebut, Laila mengatakan bahwa mereka lebih banyak membahas soal apa rahasia Novel Baswedan dapat bersikap berani.

"Bagaimana bisa seberani itu sebagai penyidik dan korban, setelah jadi korban apa rahasianya dan jawaban mas Novel yang diulang-ulang adalah kejujuran dan integritas selama istikamah akan tidak takut diancam dan diolok-olok," ungkap Laila.

Senada dengan Laila, Dara Hanafi menilai bahwa korupsi belum menjadi isu yang membumi di mata anak muda.

"Kami tidak menanyakan siapa pelaku penyerangan Mas Novel, isu penting yang sebetulnya adalah persoalan integritas bahwa apa sih, kenapa akar korupsi? Sudah banyak lembaga antikorupsi, undang-undang, tapi kalau individu ini tidak ditangani agar benar-benar berintegritas maka akan sulit dan korupsi bisa terus subur. Keluarga saya bahkan bertanya ketika disebut KPK mereka malah takut, padahal 'kontennya' santai dan kami masuknya dari persoalan yang dekat," kata Dara.

Menurut Dara, baik masyarakat, KPK, maupun media massa harus terus menyarakan persoalan korupsi tapi dengan cara yang lebih mudah dipahami.

"KPK adalah media darling karena wartawan pasti selalu ada di KPK, tapi berita-berita yang ada hanya berita yang kaku, padahal media bisa membuat berita menarik dan terkoneksi dengan masyarakat awam. KPK bisa membumikan isu-isunya, jangan langsung anggap masyarakat malas membaca. Terus kalau seperti itu, bagaimana caranya supaya masyarakat tahu?" tambah Laila.

Laila mengaku baru tahu bahwa untuk menggunakan jasa penghulu tidak perlu membayar. Padahal, awalnya ia berpikir harus membayar Rp 500 ribu atau lebih untuk menghadirkan penghulu.

"Kalau OTT saja yang disampaikan, kadang orang tidak tahu apa itu," ungkap Laila.

Sedangkan, Aldo Kaligis dari Amnesty International mengatakan bahwa pemberitaan soal Novel kebanyakan soal penyerangannya atau bahkan cara berpakaiannya.

"Tapi tidak ada yang misalnya bicara masa kecil Bang Novel seperti apa, daftar akademi kepolisian bagaimana. Jadi, kita harus memikirkan bagaimana caranya membumikan sosoknya Bang Novel dan di video kami, kami pancing Bang Novel bicara 'lo gue'," kata Aldo yang merupakan anak pengacara OC Kaligis, salah satu terpidana kasus korupsi yang ditangani KPK.

Dalam acara itu, hadir juga penyidik senior KPK Novel Baswedan, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, penasihat KPK M Tsani Annafari dan Budi Santoso, para pegawai KPK lain, dan masyarakat antikorupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement