Senin 15 Jul 2019 13:30 WIB

Pemerintah Cari Solusi Bagi Tanaman Kratom

Pemkab Kapuas Hulu harap pusat tidak melarang tanaman kratom.

Red: Indira Rezkisari
Tanaman kratom.
Foto: Antara
Tanaman kratom.

REPUBLIKA.CO.ID, PUTUSSIBAU -- Pemerintah Daerah Kapuas Hulu Kalimantan Barat telah membahas persoalan tanaman kratom bersama tim Kementerian Kesehatan. Pemda dan tim kementerian akan mencari solusi atas tanaman yang saat ini sudah menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Kapuas Hulu.

"Saya paparkan kondisi masyarakat dan tanaman kratom yang sudah menjadi kebutuhan ekonomi masyarakat penganti karet," kata Penjabat Sekretaris Daerah Kapuas Hulu, Sarbani, ditemui di Putussibau, Ibu Kota Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat, Senin (15/7).

Baca Juga

Dikatakan Sarbani, dalam pertemuan itu melibatkan berbagai pihak terutama bidang ekonomi, lingkungan maupun bidang kesehatan beberapa hari lalu di Solo. Menurut dia, masing-masing ketiga bidang itu telah dibahas bersama, baik itu dampak untuk ekonomi, lingkungan dan kesehatan. Pertemuan namun belum menghasilkan kesimpulan atau larangan.

"Dalam waktu dekat pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan akan menurunkan tim untuk mengkaji tanaman kratom ke Kapuas Hulu," kata Sarbani. Dijelaskannya, dalam pertemuan tersebut secara pribadi maupun mewakili Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, telah disampaikan rekemondasi ke pemerintah pusat agar tanaman kratom tidak dilarang. Alasannya kratom adalah tanaman yang memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat.

"Jika pun pada akhirnya tanaman kratom dilarang tentu harus ada solusi dan penggantinya agar masyarakat tetap bisa hidup memenuhi kebutuhan sehari-hari," ucap Sarbani yang juga di dampingi Sekretaris Bappeda Kapuas Hulu.

Dia meminta masyarakat Kapuas Hulu tetap bersabar dan berdoa agar perjuangan terkait tanaman kratom membuahkan hasil yang berpihak kepada masyarakat. Khususnya di wilayah Kapuas Hulu.

"Jadi masyarakat silakan tetap berusaha dengan tanaman kratom sambil menunggu aturan yang jelas, jangan terlalu panik, karena sampai saat ini belum ada larangan resmi dari pemerintah," kata Sarbani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement