Kamis 18 Jul 2019 15:48 WIB

UU Sisnas Iptek Harus Beri Keleluasaan Kerja Sama

Sering kali sebuah riset berpacu dengan waktu dan harus dilakukan sesegera mungkin.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andi Nur Aminah
Rektor Unhas Dwia Aries Tina Pulubuhu
Foto: Istimewa
Rektor Unhas Dwia Aries Tina Pulubuhu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Forum Rektor Indonesia (FRI) Dwia Aries Tina Pulubuhu berharap Undang-Undang Sistem Nasional (Sisnas) Iptek bisa lebih fleksibel terhadap kerja sama dengan pihak asing. Di dalam UU Sisnas Iptek salah satu poin pentingnya dikatakan peneliti asing harus dengan izin apabila ingin melakukan penelitian di Indonesia.

Dwia khawatir peraturan soal peneliti asing tersebut akan membatasi gerak riset oleh lembaga penelitian di Indonesia. Sebab, sering kali sebuah riset berpacu dengan waktu dan harus dilakukan sesegera mungkin.

Baca Juga

Dia mengatakan, lembaga penelitian di Indonesia khususnya di kampus sering kali harus bekerja sama dengan pihak asing. "Ini pengaturan izin kalau enggak ada izin bisa dipidana, padahal ada penelitian-penelitian tertentu harus segera dilakukan seperti yang berhubungan dengan musim tanam. Nunggu izin enggak keluar-keluar sudah habis musim tanamnya," kata Dwia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (18/7).

Rektor Universitas Hasanuddin Makassar ini menjelaskan, tiap jenis penelitian baik itu kultural atau teknologi seharusnya memiliki kebijakan yang berbeda. Kebijakan yang berbeda diperlukan agar riset yang dilakukan bisa berkembang menjadi inovasi dan selanjutnya dikomersialisasikan.

Untuk mencapai tahap komersialisasi, Dwia mengatakan harus ada kerja sama dengan industri atau pihak asing. Pemerintah selama ini juga selalu mendorong agar hasil riset tidak hanya berakhir di publikasi namun juga bisa ke tahap komersialisasi.

 

Menudur dia, apabila pemerintah ingin riset bisa ke tahap komersialisasi, maka seharusnya kerja sama dengan asing diperluas, bukan dibatasi. "Kalau komersialisasi kita tidak bisa jalan sendiri, peneliti harus bermitra. Di era global seperti ini biasanya mitra asing lebih proaktif. Tapi harus ada izin lagi. Padahal kalau kita dikejar musim tanam atau musim tertentu itu bagaimana," kata Dwia menjelaskan.

Lebih lanjut, Dwia berharap UU Sisnas Iptek bisa memberikan payung hukum yang memungkinkan ada kebijakan khusus agar riset bisa masuk ke tahap komersialisasi. Sebab, tahapan hasil riset seharusnya bisa memberikan manfaat pada masyarakat bukan hanya dipublikasikan.

"Harusnya UU Sisnas Iptek itu memberi payung yang memungkinkan ada kebijakan lex specialis untuk memberikan riset-riset kita bisa masuk ke inovasi dan komersialisasi. Bukan hanya publikasi. Padahal kan yang dicari adalah kebermanfaatan riset itu," kata Dwia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement