Kamis 08 Aug 2019 19:09 WIB

Komnas HAM Soroti Pendanaan TNI Atasi Aksi Terorisme

Draf Perpres menyebutkan pendanaan TNI atasi terorisme bisa berasal dari luar APBN.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
TNI saat simulasi penanggulangan teror (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
TNI saat simulasi penanggulangan teror (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti aturan mengenai postur pendanaan bagi TNI dalam draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Draf aturan itu menyebutkan pendanaan dapat berasal di luar dari ABPN.

"Soal postur pendanaan. Sejak awal setelah reformasi, pendanaan TNI itu hanya boleh dilakukan oleh APBN. APBD pun juga ndak boleh," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/8).

Baca Juga

Dalam draf Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme yang Komnas HAM dapatkan, sumber pendanaan untuk itu sangat luas, bukan hanya lewat APBN. Ia mengatakan, sumber yang luas itu berpotensi terjadi duplikasi karena bisa didasarkan pada sumber APBN, APBD, dan sumber-sumber lainnya.

"Pakai APBN sehingga kita bisa mengukur tentara kita mau dibawa ke mana, warnanya apa, senjatanya apa, dan lain sebagainya. Kalau ini dibuka peluang pendanaan itu bisa dari mana saja, yang ada adalah tentara yang compang-camping nanti," kata dia.

Choirul mengkhawatirkan timbulnya ketidakselarasan jika pendanaan bagi TNI untuk mengatasi aksi terorisme tak hanya dari APBN. Ia mencontohkan, jika antarsatuan memiliki sumber dana yang berbeda maka bisa saja terjadi senjata dan amunisi yang mereka miliki berbeda tipe.

"Senjata banyak banget jenisnya peluru banyak banget jenisnya dan biaya untuk perawatan juga besar, yang ada boros. Itu gara-gara sumber dananya ndak tunggal. Kalau sumber dananya tunggal dari APBN itu diukurnya enak," tuturnya.

Selain masalah pendanaan, ada beberapa hal lain yang juga dipersoalkan oleh Komnas HAM pada draft Perpres ini. Seperti luasnya cakupan tugas TNI nantinya yang akan bentrok dengan institusi atau pemangku kepentingan lainnya.

"(Sebaiknya Perpres ini) tidak ditandatangani dan diubah," ungkap Choirul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement