Kamis 08 Aug 2019 20:05 WIB

Draf Perpres TNI Atasi Terorisme Cerminkan Paradigma Lama

Komnas HAM menilai draf perpres bernuanas membangkitkan TNI pada Orde Baru.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
TNI simulasi penanggulangan teror
Foto: Republika/Putra M. Akbar
TNI simulasi penanggulangan teror

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme mencerminkan bangkitnya paradigma lama TNI. Komnas HAM belum melihat adanya aturan secara detail mengenai dalam skala seperti apa TNI dapat dilibatkan dalam penanganan terorisme dalam draft Perpres ini.

"Perpres ini mencerminkan paradigma lama TNI muncul kembali dalam ruang demokrasi kita. Makanya ini berbahaya," ujar Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/8).

Baca Juga

Choirul mengatakan, pada semua negara demokratis memang dibutuhkan satu alat yang efektif untuk melawan terorisme ketika tindakannya masuk dalam skala yang paling membahayakan. Namun, pengaturan dengan benar dan baik juga penting. 

"Apakah itu dibentuk satu unit baru atau dilekatkan pada unit-unit yang sudah ada, level diskusinya bukan di situ. Level diskusinya adalah seberapa besar skala yang kita sepakati sehingga mereka bisa masuk dalam ruang penanggulangan terorisme," kata dia.

Skala itu, menurut dia, belum pernah ada. Padahal, skala tersebut perlu diatur secara jelas dan detail. Ia menilai fungsi dan tugas TNI yang ada di draft Perpres Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme itu justru melampaui batas.

"Dia bahkan melawan undang-undang (UU) induknya sendiri. Dua UU induk yang ia lawan, UU Terorisme dan UU TNI. Ini overlap," jelasnya.

Karena itu, ia menuturkan, jika draf seperti itu disetujui oleh Presiden Joko Widodo, jangan salahkan publik yang akan menganggap pemerintah membangkitkan kembali paradigma TNI yang nuansa dan karakternya seperti TNI pada zaman Orde Baru.

"Jangan salahkan masyarakat akan menggugat ini. Jangan salahkan presiden dianggap memang presiden yang tidak demokratis, presiden yang jauh dari gagasan bagaimana membangun TNI yang profesional, presiden yang jauh dari gagasan membangun negara yang tunduk pada doktrin-doktrin hukum," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement