Rabu 21 Aug 2019 02:49 WIB

TTO Dinilai Jadi Kunci Pengembangan Riset di Tanah Air

TTO, Technology Transfer Office, dinilai perlu untuk membawa riset ke ranah terapan

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Hasanul Rizqa
Riset di Laboratorium (ilustrasi)
Riset di Laboratorium (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan Technology Transfer Office (TTO) dinilai perlu agar riset di Indonesia maju dan tidak hanya 'masuk kota'. Keberadaan TTO dapat membawa penelitian yang ada di Indonesia berkembang ke ranah komersil atau terapan.

"Secara umum, saat ini terjadi kesenjangan atau gap antara penelitian translasional dengan terapan," jelas Wakil Direktur Medical Education Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof DR Dr Budi Wiweko SpOG(K) MPH di Jakarta, seperti diungkapkan dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (20/8).

Baca Juga

TTO pada dasarnya merupakan sebuah wadah yang membantu menghubungkan peneliti dengan industri. Kolaborasi ini memungkinkan hadirnya temuan-temuan baru di pasar komersial.

Dokter yang akrab disapa dengan Iko ini menilai perlu adanya dukungan kuat dari pihak Industri dan pendidikan untuk mengembangkan TTO di Indonesia. Iko mengatakan hampir seluruh universitas terkemuka dunia sudah memberikan perhatian besar pada perkembangan TTO.

Sebagai contoh, Association University Technology Managers (AUTM) didirikan untuk mengoordinir semua TTO yang ada di universitas-universitas Amerika Serikat. Sejak 1996 hingga 2015, AUTM telah mendorong 380.000 invensi, di mana 80.000 di antaranya berhasil mendapatkan paten dan memiliki potensi ke ranah komersialisasi.

Iko menilai penelitian-penelitian di Indonesia juga perlu terus diasah, didorong, dan difasilitasi oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah, akademisi, hingga industri. Selain itu, dibutuhkan pula komunikasi intensif, kondusif, dan interaktif untuk membuka peluang.

"Membuka peluang prototipe penelitian masuk ke ranah komersialisasi agar riset, terutama di Indonesia, tidak hanya masuk kotak," jelas Iko.

Ketua Business Innovation Center Kristanto Santosa mengungkapkan bahwa pembentukan TTO sebenarnya sudah diisyaratkan dalam UU nomor 18 tahun 2002 pasa 13 yang diganti menjadi UU Sistem Nasional IPTEK tahun 2019. Dalam UU, dijelaskan bahwa perguruan tinggi dan litbang wajib mengusahakan penyebaran informasi penelitian dan pengembangan melalui Sentra HKI.

"Namun, dari 80 Sentra HKI, hanya 3 yang memiliki pengalaman dan kemampuan mengelola alih teknologi dan kekayaan intelektual atau dengan kata lain berperan benar sebagai TTO," papar Kristanto.

Untuk memaksimalkan peran TTO, diperlukan kepemimpinan yang sangat kuat dan memiliki otoritas besar. Dengan begitu, hasil riset atau penelitian dapat teraplikasikan di dalam kehidupan nyata.

"Diperlukan adanya badan usaha yang kuat sebagai wadah peneliti dapat meneruskan hasil penelitiannya menjadi sebuah produk yang berguna bagi masyarakat," tukas Kristanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement