Selasa 03 Sep 2019 13:16 WIB

Refleksi di Tahun Baru Hijriyah

Tahun baru Hijiriyah jadi momentum hijrah ma'nawiyah kaum Muslimin.

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Peserta membawa berbagai atribut muslim saat mengikuti pawai ta’ruf menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriah, mengelilingi Kota Lhokseumawe, Aceh, Jumat (30/8/2019).
Foto: Antara/Rahmad
Peserta membawa berbagai atribut muslim saat mengikuti pawai ta’ruf menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriah, mengelilingi Kota Lhokseumawe, Aceh, Jumat (30/8/2019).

Tahun Baru Hijriyah adalah salah satu hari besar bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia. Sejarah pergantian tahun dan hitungan tahun dalam Islam merupakan peringatan yang hadir setiap tahun sekali untuk mengenang peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dan para pengikutnya dari Makkah menuju Madinah, dan juga rangkaian sejarah penyebaran agama Islam dan perjuangan kaum Muslimin. 

Namun hingga saat ini, sebagian besar umat Islam lebih mengetahui Tahun Baru Masehi (1 Januari), ketimbang tanggal 1 Muharram (bulan Hijriyah) yang merupakan tahun baru umat Islam. Bahkan kalau ditanya urutan bulan Masehi dengan bulan Hijriyah, mereka lebih hafal urutan dari bulan Masehi.

Baca Juga

Hal itu dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka tentang pentingnya mengetahui nama-nama di bulan Hijriyah. Karena penanggalan dalam bulan Hijriyah merupakan standar dalam penentuan waktu-waktu ibadah dalam Islam.

Misalnya, Puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan, ibadah haji dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah, dan lain sebagainya. Sebenarnya, nama-nama bulan ini telah dipakai di zaman Rasulullah SAW. Maka kita pun mendapati firman Allah SWT terkait dengan perhitungan waktu dalam Hijriyah dalam surah at-Taubah ayat 36 berikut ini:

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum Musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya ; dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (QS at-Taubah: 36).

Selain itu, Tahun Baru Hijriyah terkait dengan kata hijrah. Hijrah berarti berpindah atau meninggalkan. Dalam makna ini, hijrah memiliki dua bentuk. Pertama, Hijrah secara fisik yakni berpindah dari satu tempat ke tempat lain, seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari kota Makkah ke Kota Madinah. Kedua, hijrah secara ma’nawiyah seperti ditegaskan dalam firman Allah SWT. Berikut ini:

“Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku senantiasa berhijrah kepada Tuhanku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Ankabut: 26).

“Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.” (QS al-Muddatsir: 5).

Bentuk-bentuk hijrah ma’nawiyah sekarang ini diantaranya meninggalkan berbagai bentuk rasial  yang dapat memecah keutuhan negeri ini, seperti kasus mahasiswa Papua yang ada di Surabaya yang beberapa waktu yang lalu terjadi, sehingga menimbulkan sulut amarah warga Papua yang sampai saat ini belum terkendali. 

Seharusnya, perbedaan fisik maupun pemikiran tidak lagi memancing kebencian dan reaksi yang berlebihan. Ujaran yang bersifat rasis dan merendahkan orang lain tidak boleh terjadi lagi di negeri ini. Karena tindakan rasisme tidak sesuai dengan fitrah manusia manapun, termasusk masyarakat Papua yang harus dihargai martabatnya sebagai warga Negara Indonesia yang mempunyai hak yang sama dan setara.  Islam pun, sebagai agama yang mulia telah menghapus dan mengharamkan rasisme dalam bentuk apapun di muka bumi ini, termasuk bumi Papua. 

Semua orang pada prinsipnya mempunyai kedudukan dan memiliki hak-hak dasar kemanusiaan yang sama serta tidak boleh dibeda-bedakan, satu diistimewakan dan satu lagi dihinakan hanya karena alasan perbedaan suku dan ras semata. Sebagai contoh, seorang sahabat bernama Bilal bin Rabah yang berkulit hitam, tetapi kedudukannya lebih tinggi diantara para sahabat meskipun ia seorang budak. Bahkan ia telah dipersaksikan masuk surga secara khusus yang belum tentu didapatkan oleh sahabat lainnya.

Selain itu, hijrah juga harus meninggalkan dari sifat-sifat munafik, plin-plan, menjadi konsisten atau istiqomah. Meninggalkan segala bentuk kebathilan dan kezhaliman menuju kebenaran dan keadilan. Meninggalkan perbuatan, makanan dan pakaian yang haram menjadi hidup sehat dan produkif. Meninggalkan segala perbuatan yang keji menuju perbuatan yang terpuji dan diridhai oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW. bersabda yang diriwayatkan Imam Bukhari: “Barangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang berhijrah untuk dunia (untuk memperoleh keuntungan duniawi) dan untuk menikahi wanita maka hijrah itu untuk apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari).

Mari sikapi momentum peringatan hijrah tahun ini dengan muhasabah (introspeksi diri), Apakah segala perbuatan dan perkataan kita selama ini sudah memenuhi syarat untuk diterima oleh Allah SWT? Yaitu, dilandasi keimanan, keilmuan, dan kemanusiaan sesuai dengan sunah Rasul. Memang benar, muhasabah harus kita lakukan sepanjang waktu, hari demi hari, bahkan detik demi detik. Tapi setidaknya, pergantian tahun baru Islam menjadi “momentum tahunan” sebagai refleksi diri.

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk hari esok (akhirat)…” (QS al-Hasyr: 18).

Umar bin Khattab mengatakan: Hasibu anfusakum qobla antuhasabu. “Evaluasilah (hisablah) dirimu sendiri sebelum kalian dihisab (di hadapan Allah kelak)”.

Kita berharap, kedatangan Tahun Baru Islam bukan hanya disemarakkan tapi juga dijadikan ajang refleksi tahunan agar setahun yang akan datang menjadi lebih baik. Amiiin…

Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1441 H.

Pengirim: Afip Miftahul Basar, M.Pd, Guru SIT SMPIT Nurul Fajri, Cikarang Barat - Bekasi

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
هٰٓاَنْتُمْ اُولَاۤءِ تُحِبُّوْنَهُمْ وَلَا يُحِبُّوْنَكُمْ وَتُؤْمِنُوْنَ بِالْكِتٰبِ كُلِّهٖۚ وَاِذَا لَقُوْكُمْ قَالُوْٓا اٰمَنَّاۖ وَاِذَا خَلَوْا عَضُّوْا عَلَيْكُمُ الْاَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۗ قُلْ مُوْتُوْا بِغَيْظِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
Beginilah kamu! Kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukaimu, dan kamu beriman kepada semua kitab. Apabila mereka berjumpa kamu, mereka berkata, “Kami beriman,” dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari karena marah dan benci kepadamu. Katakanlah, “Matilah kamu karena kemarahanmu itu!” Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati.

(QS. Ali 'Imran ayat 119)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement