Sabtu 12 Oct 2019 11:22 WIB

Kopi Gayo Ditolak Pembeli Eropa, Mengapa?

Kopi gayo kini disebut mengandung zat kimia berupa glyphosate.

Red: Andi Nur Aminah
Seorang petani kopi di Gayo merawat biji kopi arabika di kawasan perkebunan kopi (ilustrasi)
Foto: Rahmad/Antara
Seorang petani kopi di Gayo merawat biji kopi arabika di kawasan perkebunan kopi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Eksportir kopi arabika gayo mengeluh penolakan pembeli luar negeri terhadap produk biji kopi dari kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Penolakan itu khususnya oleh sejumlah negara di Eropa yang selama ini menjadi pembeli utama.

Ketua Asosiasi Produser Fairtrade Indonesia (APFI), Armiadi mengatakan penolakan tersebut terjadi karena para pembeli Eropa menyebutkan hasil uji laboratorium bahwa kopi gayo kini diketahui mengandung zat kimia berupa glyphosate. Zat kimia itu disebut melampaui ambang batas.

Baca Juga

"Ambang batasnya 0,01 terhadap unsur glyphosate. Yang terdapat 0,02 sudah melebihi. Artinya kopi Gayo dianggap tidak organik lagi," katanya, di Aceh Tengah, Jumat (11/10).

Dia menjelaskan, selama ini kopi gayo selalu menjadi idola pasar dunia, karena statusnya sebagai komoditi organik. Selain cita rasanya yang spesial. Karena keunggulan itu, kata Armiadi, harga jual kopi gayo di pasar dunia selama ini juga selalu tinggi di atas rata-rata harga kopi dunia.

Perbandingannya, kata dia, harga kopi dunia saat ini adalah 2,8 dolar AS atau setara Rp 39 ribu per kilogram untuk kopi biji hijau. Sedangkan kopi Gayo berada diharga lima sampai 5,5 dolar AS per kilogram untuk kopi biji hijau.

"Pertama karena dia organik, kedua karena budidayanya ramah lingkungan, ketiga karena cita rasanya yang spesial berbeda dari negara lain. Tiga komponen ini membuat harganya mahal. Tapi sekarang sudah diragukan," katanya.

Menurut, Armiadi jika memang benar kopi gayo saat ini mengandung glyphosate seperti yang dikatakan oleh para pembeli Eropa, maka hal yang paling ditakutkan adalah harga kopi gayo akan jatuh. "Dampak yang paling besar adalah ketika diklaim kopi gayo ini tidak lagi organik. Maka harga kopi gayo akan turun. Kenapa harus beli kopi gayo sementara kopi Brasil lebih murah dan lebih dekat," kata Armiadi.

Dia mengatakan, hampir semua pembeli kopi gayo saat ini ingin membuktikan apakah komoditas unggulan itu masih organik atau tidak. "Kita tidak berharap benar bahwa kopi gayo itu semua mengandung glyphosate. Namun posisi sekarang jelas kopi Gayo diragukan keorganikannya. Dan internasional saat ini ingin membuktikan kopi gayo itu organik atau tidak organik. Hampir semua pembeli meminta uji lab," katanya.

Dia menambahkan bahwa kandungan glyphosate pada biji kopi merupakan hal baru atau temuan yang baru diketahui saat ini. "Bukan hanya dari Indonesia, kopi dari Afrika pun sama posisinya mengandung glyphosate. Karena sekarang baru diketahui. Atau mereka baru menemukan alat yang bisa membaca glyphosate itu," ujarnya.

Di sisi lain, Armiadi sendiri masih menaruh harapan bahwa apa yang terjadi saat ini terhadap komoditas unggulan asal gayo itu, hanya merupakan permainan pasar untuk mencoba menjatuhkan harga kopi gayo. "Ada isu lain apakah ini perang dagang antara Amerika dan Eropa. Karena glyphosate adalah produk dari Mosanto, Mosanto adalah milik Amerika. Apakah karena produknya mencemari makanan lalu tidak diterima oleh Eropa," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement