Senin 14 Oct 2019 11:51 WIB

Empuknya Kursi Demokrasi

Kursi demokrasi meniscayakan peran sebagai pembuat hukum bagi negeri

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Suasana pelantikan pimpinan DPR periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/10).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Suasana pelantikan pimpinan DPR periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/10).

Pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 telah selesai dilaksanakan. Dalam Pemilu Legislatif 2019, tercatat 575 anggota DPR yang berhasil lolos dan dilantik. Lihatlah wajah-wajah para anggota Legislatif, betapa sumringah mereka semua. Hampir tak ada bedanya dengan pelantikan Anggota DPR para periode-periode sebelumnya. 

Ini menggambarkan betapa empuknya kursi demokrasi itu. Setiap orang sampai berlomba-lomba untuk mendudukinya. Tak masalah seberapapun mahal biayanya. Toh nanti pasti akan kembali juga. Itu pikir mereka yang telah sukses duduk di kursi tersebut.

Hal ini, sungguh sangat tak masuk akal jika kursi kekuasaan itu mereka pahami sebagai sebuah amanah berat yang harus diemban dalam rangka mengayomi kepentingan rakyat, namun mereka begitu sumringah luar biasa. Namun, jika kursi kekuasaan ini dipahami sebagai jalan menguasai aset-aset negara dan menjadi modal untuk memperkaya diri. Maka, wajar saja jika “wajah sumringah” begitu tampak pada mereka. 

Sedangkan kursi demokrasi, secara wajar dan alami meniscayakan peran legislatif sebagai pihak pembuat hukum di negeri ini. Di saat yang sama, kepentingan pribadi menjadi standar dalam legislasi. Termasuk juga kepentingan parpol pengusung masing-masing anggota dewan. 

Tentu gambaran inilah yang tidak ada dalam sejarah kekuasaan/kepemimpinan Islam. Di mana, amanah rakyat itu dipandang berat karena pertanggungjawabannya nanti di akhirat. Sebab Islam memandang kehidupan tak sekedar berhenti pada urusan dunia saja, namun menghubungkannya dengan perkara pasti yang telah Allah janjikan nanti.

Terlebih, kursi kekuasaan itu bukanlah permainan. Dia juga merupakan amanah dari Allah SWT. Melalaikan dan menghianati amanah akan menjadi pintu masuk hancurnya suatu bangsa.

Rasulullah bersabda, “Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya. Dikatakan, bagaimana bentuk penyia-nyiaannya? Beliau bersabda, “Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Wallahu a’lam 

Pengirim: Yulida Hasanah, Pemerhati Sosial Politik, tinggal di Kabupaten Jember Jawa Timur

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement