Selasa 29 Oct 2019 07:37 WIB

Pengemudi Odong-Odong Resah

Pengemudi odong-odong minta tetap beroperasi meski hanya akhir pekan.

Rep: Abdurrahman Rabbani/ Red: Bilal Ramadhan
Odong-odong
Foto: dok. Republika
Odong-odong

REPUBLIKA.CO.ID, Kendaraan modifan dari mobil jenis Kijang keluaran tahun 1986 dicat dengan motif corak warna merah, hitam, hijau, dan biru. Dengan bentuk modifan ditambah empat buah kursi panjang berjejer yang dapat diisi maksimal 16 orang dewasa.

Satu buah toa yang dipergunakan sebagai penarik perhatian penumpang terletak di atas mobil modifan tersebut. Kebanyakan konsumen tidak hanya anak-anak, tetapi orang tua juga ikut menikmati sambil mendampingi sang anak. Terlihat juga pembantu rumah tangga yang ikut mendampingi sambil membawa piring kecil berisikan makanan.

Supardi (46 tahun), salah seorang pengemudi odong-odong, terlihat sedang mencari penumpang di Jalan Raya Condet, Jakarta Timur, Senin, (28/10). Ia menyatakan keresahannya karena adanya larangan odong-odong beroperasi di Jakarta.

“Waduh kalau dilarang sama pemerintah, nanti saya makan apa. Kalau pemerintah bisa kasih kerjaan pengganti, enggak apa-apa larang odong-odong beroperasi,” tutur Supardi.

Pria 46 tahun ini telah lama berprofesi menjadi pengemudi odong-odong sejak umur 35 tahun. Namun, sebelumnya ia merupakan seorang pengamen di Terminal Kampung Rambutan. Ini merupakan salah satu pekerjaan yang saat ini menjadi penopang hidupnya. “Kalaupun pemerintah nantinya larang odong-odong beroperasi, saya cari uang di mana,” ujar dia.

Sambil menyalakan sebuah lagu melalui ponsel yang terhubung dengan kabel audio mobil, disetellah lagu "Naik-naik ke Puncak Gunung" karya Ibu Sud. Terkadang mantan pengamen ini memberhentikan odong-odongnya di pinggir jalan untuk ambil penumpang yang kemudian menyebabkan antrean panjang kendaraan di belakang.

Dengan sedikit tertawa, ia tidak menghiraukan bunyi suara klakson dari kendaraan yang hendak segera untuk menyalip. Korek gas yang berada di tangan segera dinyalakan, kemudian ditutupinya dengan tangan kiri dan dihadirkan tepat di depan mulut menyalakan satu batang rokok.

Dengan kecepatan 30 km/jam, odong-odong berjalan hingga berhenti di depan seorang anak berseragam didampingi ibunya yang telah melambaikan tangan sedari jauh. Segera ibu satu anak tersebut menaiki odong-odong tersebut hingga depan sekolah SDN 03 Gedong.

Sambil menceritakan keluh kesahnya, Supardi membicarakan hal yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jakarta Timur melarang odong-odong beroperasi. “Jujur, saya sangat menolak larangan itu," katanya mengeluh.

Rencananya, para komunitas odong-odong akan menyurati Wali Kota Jakarta Timur untuk meminta perlindungan. Namun, rencana ini masih menunggu arahan dari Ketua Angkutan Lingkungan Darmawisata, Agus Soleh.

Ia berharap odong-odong tetap beroperasi seperti sebagaimana sebelumnya. Surat edaran memang sudah disebarluaskan kepada pengusaha odong-odong maupun pemilik perseorangan. Belum diketahui pemberlakuan larangan kapan diterapkan. Namun, tetap hari ini Supardi masih mempergunakan odong-odong untuk mencari nafkah.

Odong-odong yang dipergunakan tidak menyalahi aturan, masih menggunakan pintu dan pajak masih berlaku. “Kita lumayan safety, kapasitas sudah lebih memang. Kita pajak juga hidup, punya SIM, sopir-sopir banyak ada yang dari angkot, dari mantan sopir Transjakarta,” ujar dia menjelaskan.

Para pemilik odong-odong pada intinya meminta larangan operasional itu ditiadakan dan odong-odong tetap bisa beroperasi. Mereka mengklaim, odong-odong cukup aman beroperasi, bahkan selama berjalan tidak pernah kecelakaan. Ia berharap pertolongan dari Pemerintah Kota Jakarta Timur agar odong-odong dilegalkan dan dapat beroperasi sebagaimana mestinya.

"Kita selama ini tidak pernah kecelakaan, semua aman. Kita kemarin bersurat minta odong-odong tetap bisa beroperasi di jalanan kampung dan pada Sabtu dan Minggu. Kita izin melintas di jalan raya untuk akses ke tempat wisata, tapi dapat penolakan dari dinas," ujar dia.

Kepala Seksi Lalu Lintas Sudinhub Jakarta Timur, Andreas Eman, mengaku telah menyosialisasikan larangan operasional bagi pengusaha angkutan lingkungan atau odong-odong di wilayahnya. Tahap pertama sosialisasi kepada para warga bahwa naik odong-odong itu berbahaya karena kendaraan itu tidak sesuai dengan spesifikasi standar kendaraan.

Hingga kini, sosialisasi telah menjangkau sebagian wilayah Jakarta Timur, di antaranya Kecamatan Jatinegara dan Cipayung. Dia juga telah melakukan sosialisasi kepada seluruh pengemudi odong-odong dan pemiliknya di wilayah masing-masing, terutama di Jatinegara dan Cipayung, karena hampir semua kecamatan itu ada.

Bentuk sosialisasi yang disampaikan berkaitan dengan pelanggaran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan transportasi serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015. Bahwa jenis angkutan itu harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.

“Entah spesifikasi teknisnya, entah layak jalannya, standar operasionalnya sehingga dapat memberikan keselamatan dan kenyamanan," kata Andreas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement