Sabtu 02 Nov 2019 13:25 WIB

Kemarau Tahun Ini Paling Panas dalam 140 Tahun

Indonesia pada tahun ini dinilai menghadapi musim kemarau yang terpanas

Red: Elba Damhuri
Warga memanfaatkan air dari dasar sungai Cipamingkis yang mengering selama kemarau
Foto: Thoudy Badai
Warga memanfaatkan air dari dasar sungai Cipamingkis yang mengering selama kemarau

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Indonesia pada tahun ini dinilai menghadapi musim kemarau yang terpanas dalam 140 tahun terakhir. Hal itu disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo kemarin. Menurut dia, keadaan itu memicu kekeringan ekstrem pada sejumlah daerah di Tanah Air. Risiko terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pun meningkat.

“Di Indonesia, kebakaran menghanguskan total sekitar 857 ribu hektare (ha). Ini sampai dengan 30 September 2019. Dari total itu, 230 ribu hektarenya lahan gambut, di mana (kebakaran) lahan gambut sulit padam,” ujar Doni dalam diskusi di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/11).

Dia menegaskan, lahan gambut tidak seharusnya terus-menerus dalam kondisi kering. Sebab, hal itu akan membuat lahan tersebut sangat mudah terbakar. Bila sudah demikian, pemadaman akan begitu sulit dilakukan secara tuntas.

“Membiarkan lahan gambut menjadi kering adalah ‘pemerkosaan’ kepada hutan,” ucap Doni.

Dia mengatakan, upaya pemadaman titik-titik api pada lahan gambut tidak akan cukup dengan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang bertujuan menurunkan hujan buatan. Mekanisme pengeboman air  dari udara juga dinilai tak akan efektif memadamkan api secara sempurna. Begitu pula dengan pengerahan petugas pemadam via jalur darat. Sebab, lanjut Doni, air yang disemprotkan tidak akan meresap sampai ke lapisan dalam tanah gambut.

“Kalau sama helikopter juga hanya sebagian wilayah saja, hanya bisa ditutup pada saat hujan turun,” ucap dia.

Oleh karena itu, kepala BNPB mengajak seluruh elemen bangsa untuk selalu siap siaga menghadapi bencana apa pun, termasuk karhutla. Doni berharap, kebakaran yang memicu sebaran kabut asap tidak terulang lagi di Indonesia pada tahun-tahun mendatang. “Kita jangan jadi supermarket bencana,” kata dia.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat berbagai wilayah di Indonesia mengalami suhu panas hingga nyaris sebesar 40 derajat celsius. Bahkan, pada 24 Oktober 2019, suhu udara di daerah daerah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, tercatat menembus 39,6 derajat celsius. Bagaimanapun, Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin mengatakan, fenomena suhu panas yang sempat melanda Indonesia sejak beberapa pekan lalu saat ini mulai menghilang.

“Kalau kondisi panas seperti yang terjadi beberapa pekan yang lalu, di mana kondisinya ada yang sampai 39,6 derajat celsius, itu diprediksikan kemungkinannya sangat kecil,” ujar Miming Saepudin dalam jumpa pers di kantor pusat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Kamis (31/10).

Berdasarkan data BNPB, sejumlah 3.089 bencana terjadi di seluruh Tanah Air sejak Januari hingga Oktober 2019. Dampaknya, sebanyak 455 orang meninggal dunia, sedangkan 109 orang lainnya tidak diketahui keberadaannya. Statistik BNPB mencatat, ribuan musibah itu telah menyebabkan sebanyak 3.273 orang luka-luka dan 5.932.700 orang mengungsi. Dari segi kerugian materiel, sejumlah 61.656 unit rumah penduduk mengalami kerusakan. Selain itu, tak kurang dari 1.879 unit fasilitas umum ikut terimbas.

Dari total 3.089 musibah sepanjang Januari-Oktober tahun ini, lebih dari 98 persen merupakan dampak dari fenomena meteorologis. Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo, terdapat kenaikan jumlah bencana bila dibandingkan dengan tahun lalu.

“Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, (sebanyak) 3.089 bencana yang terjadi sepanjang tahun ini tercatat lebih tinggi dibandingkan 2.785 bencana yang terjadi pada tahun lalu atau naik (sebesar) 10,9 persen,” ujar Agus Wibowo dalam jumpa pers di kantor pusat BNPB, Jakarta, Kamis (31/10).

Walaupun demikian, lanjut dia, jumlah korban jiwa dan menghilang pada tahun ini tercatat mengalami penurunan yang signifikan, yakni dari sebanyak 4.648 orang pada 2018 menjadi 564 orang pada Januari-Oktober 2019. Total korban luka-luka mengalami penurunan sebesar 52,9 persen, yakni dari sebanyak 6.949 orang pada 2018 menjadi 3.272 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement