Ahad 03 Nov 2019 10:24 WIB

Menanti Kebijakan Nadiem, Penjual Buku pun Harap-Harap Cemas

Pergantian buku pelajaran sekolah menjadi momok bagi penjual buku baru dan bekas.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Dwi Murdaningsih
Toko Buku/Ilustrasi
Foto: Antara
Toko Buku/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDAR LAMPUNG – Harap-harap cemas, begitulah yang dirasakan para pemilik toko buku di Pasar Bawah (Ramayana) Kota Bandar Lampung. Pergantian buku pelajaran sekolah menjadi momok bagi penjual buku baru dan bekas. Kerugian tidak dapat dihindari lagi ketika buku pelajaran sekolah berganti kurikulum

Beberapa tahun lalu, saya rugi banyak. Buku pelajaran sekolah ganti kurikulum, jadi buku yang sudah saya pesan dan diterima terpaksa dijual harga murah, itu pun tidak ada yang beli,” kata Rosidin (56 tahun), pemilik toko buku Anugerah di Pasar Bawah, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung, Ahad (3/11).

Baca Juga

Saat ini, menurut dia, para pemilik toko buku golongan menengah di Bandar Lampung masih menanti kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Pemilik toko juga masih terus intens berkomunikasi dengan penerbit buku langganannya.

Kepada Republika.co.id dia mengatakan, penerbit buku besar yang terkenal belum bisa memberikan info yang jelas dan pasti, terkait keberadaan buku pelajaran sekolah untuk edisi tahun ajaran baru 2020. “Baru info saja, katanya pelajaran sekolah nanti anak-anak paka teknologi, tidak pakai buku lagi,” katanya.

Seorang sales dari penerbit terkenal di Jakarta, ujar dia, memberitahukan kepada penerbit, bahwa anak sekolah tahun baru ajaran mendatang menggunakan gadget atau tablet sebagai pengganti buku pelajaran. Pembelian gadget atau tablet tersebut akan diambil dari dana Bantuan Operasional Siswa (BOS).

“Kalau memang itu benar, maka buku-buku pelajaran cetak akan tersingkir lagi. Jangankan buku baru dari penerbit, buku-buku bekas atau lama sudah tidak akan terpakai lagi,” ujar pedagang buku yang sudah puluhan tahun di Bandar Lampung.

 Ia menceritakan, pergantian kurikulum dari KTSP 2003 menjadi 2014, penjual buku banyak menanggung rugi. Sebab,  karena stok buku sudah banyak namun anak sekolah harus ganti buku. Kemudian, kebijakan pemerintah berubah lagi, kembali ke KTSP 2003 revisi, pedagang yang menyetok buku dari penerbit untuk tahun ajaran selanjutnya juga tidak terpakai.

“Padahal, isi buku pelajarannya, materinya tidak terlalui jauh berbeda. Hanya karena berbeda halaman baik lama dengan buku yang baru anak-anak sekolah sudah tidak mau,” tuturnya.

Dewi, pemilik toko buku pelajaran sekolah dan mahasiswa yang berada di Pasar Bawah lainnya juga merasakan kegelisahan dengan kebijakan pemerintah terkait kurikulum sekolah. Toko bukunya banyak menyetok buku pelajaran sekolah dari penerbit terkenal sebelum diberlakukan tahun ajaran baru sekolah.

Menurut dia, untuk buku pelajaran sekolah ia masih menyetok buku tahun ajaran sebelumnya. Sedangkan untuk order buku stok tahun ajaran baru 2020, ia masih menundanya. “Jangan sampai kami rugi lagi, karena harus ganti buku pelajaran lagi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement