Senin 04 Nov 2019 14:01 WIB

Ganti Gawai dengan Angon Domba

Dengan angin dompa diharapkan menjauhkan anak dari gawai.

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Dwi Murdaningsih
Beberapa guru mengatakan anak-anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu dengan gadget, kemampuan menulis tangannya terkendala.
Foto: ABC
Beberapa guru mengatakan anak-anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu dengan gadget, kemampuan menulis tangannya terkendala.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA — Perkembangan teknologi tidak hanya membawa manfaat tapi juga dampak buruk. Tak sedikit anak-anak kemudian kecanduan bermain gawai.

Data dari RSJ Cisarua Jawa Barat bahkan sejak 2016 lebih dari 200 anak direhabilitasi karena kecanduan gawai. Hal ini pun akhirnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk ikut mengatasi permasalahan tersebut.

Baca Juga

Pemkot Bandung beberapa waktu lalu membagikan anak ayam untuk dipelihara para pelajar. Dengan adanya kegiatan, diharapkan anak-anak bisa mengisi harinya tanpa bermain gawai.

Serupa tapi tak sama, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta memberikan anak domba untuk diangon (digembala) oleh para pelajar.  Program ini disebut Budak Angon. Sejatinya Budak Angon sudah diluncurkan pada 2015 lalu. Namun Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika ingin program ini digiatkan kembali.

Pada 2015 lalu, sebanyak 52 anak domba dibagikan kepada 26 siswa SD yang tersebar di seluruh kecamatan di Purwakarta. Adalah Maya Asih (12) yang kala itu duduk di bangku kelas 2 SD mendapatkan kepercayaan menggembala domba.

Pada 2015 saat bersekolah di SDN Karangmukti diberikan dua anak domba untuk diternakan. Tujuan pemerintah adalah agar anak memiliki kegiatan positif dan terhindar dari kecanduan gawai.

Narsiah (30), ibunda Maya, mengakui anaknya memang suka berternak domba sejak kecil mengikuti kegiatan kakek dan neneknya. Pada saat ada program pemerintah, ia pun mengikuti seleksi untuk melihat kemampuan berternak para siswa.

Maya pun keluar sebagai juara karena dinilai memahami cara berternak domba. Dua anak domba pun didapatnya untuk dikembangbiakkan.

“Dulu pertamanya suka ikut ngangon domba sama neneknya. Kasih makan, bersihin dia suka,” kata Narsiah ditemui Republika.co.id di kediamannya di Kampung Sukatani, Desa Karangmukti, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, baru-baru ini.

Sang Ibu menuturkan selama empat tahun, anak domba yang waktu itu diberikan sudah berkembangbiak. Beberapa di antaranya pun sempat dijual guna mencukupi kebutuhan sekolah Maya yang saat ini duduk di kelas VII SMPN 2 Campaka.

Meskipun sudah beranjak remaja, ia mengakui Maya masih menyukai aktivitas berternak dombanya. Ia pun bersyukur tujuan dari program pemerintah itu berhasil memberikan kebiasaan positif pada anak semata wayangnya.

“Jarang main HP mah. Pagi-pagi sebelum sekolah bantuin bersihin atau kasih pakan. Sore juga kasih pakan. Kalau libur kadang diajak ngangon,” tuturnya.

Selain menjauhkan dari gawai, kata dia, anaknya disebut menjadi telaten dan rajin. Kegiatan ini bahkan bisa memberikan tambahan penghasilan membantu nafkah dari ayahnya yang hanya pedagang asongan.

Untuk kebutuhan sekolah seperti seragam dan buku, orangtua Maya beberapa kali menjual domba yang diternak Maya. Saat ini masih ada enam domba yang dirawat Maya.

Orangtuanya pun berharap ke depannya Maya bisa terus menekuni kegiatan ini. Sehingga nantinya bisa menjadi bisnis usaha yang lebih besar. Tentunya diharapkan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga.

“Ya namanya orangtua pasti dukung kalau positif begini. Lumayan kalau gedenya bisa jadi pengusaha domba,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement