Ahad 10 Nov 2019 14:41 WIB

Penderita TB Indonesia Terbesar Ketiga di Dunia

Perlu kerjasama lebih baik lagi antar lembaga dan kementerian

Red: Hiru Muhammad
tampak diskusi penanggulangan bahya TB di kampus UMJ
Foto: dok istimewa
tampak diskusi penanggulangan bahya TB di kampus UMJ

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sampai kini tercatat sebagai negara ketiga terbesar di dunia yang masyarakatnya masih terpapar penyakit tuberkulosis (TBC). Sejumlah masalah sosial ekonomi menjadi  faktor yang menyebabkan masih banyaknya masyarakat yang terpapar penyakit mematikan tersebut. 

Mereka yang terpapar TB umumnya adalah masyarakat ekonomi kecil. Mereka tinggal di kawasan yang kurang layak dari sisi kesehatan sehingga memicu berkembangnya kuman TB. "Program penanganan TB belum maksimal," kata anggota Komisi 9 DPR RI Saleh Partaonan Daulay. 

Visi misi Presiden Joko Widodo terkait kesehatan masalah TB tidak masuk ke dalam daftar utama yang harus segera ditangani. Pemerintah lebih memprioritaskan masalah stunting yang anggaran penanganannya pernah mencapai Rp 1,5 triliun. Anggaran tahun 2020 turun menjadi  Rp 850 miliar.

Sedangkan untuk penanganan TB hanya Rp 127 miliar. "Kenapa tidak adil, karena banyak faktor," kata Saleh di sela acara Seminar Upaya Penanggulangan TBC dan Dukungan Perlindungan Sosial yang dilaksanakan PR TB 'Aisyiyah bekerjasama dengan Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). 

Sebagai gambaran, Saleh menyebutkan anggaran negara slalu kurang. APBN yang jumlahnya mencapai Rp 2400 triliun, sebanyak Rp 600 triliun dipakai untuk perbaikan infrasturktur. Sedangkan bagi TB hanya Rp 127 miliar bagi seluruh wilayah di Indonesia.  

Bantuan sosial juga  masih kurang  sehingga penanganan TB tidak maksimal. Hal itu masih ditambah koordinasi antara lembaga pemerintah Kemenkes, Kemensos, Bapenas dan Kemendagri kurang bagus.

Demikian pula bantuan internasional terkait penanganan TB juga belum diperoleh informasi. Namun, Saleh mengingatkan agar mewaspadai bantuan asing karena dikhawatirkan dapat dijadikan alat untuk mendikte kebijakan penanganan TB di Indonesia. 

Hal serupa juga diakui dr. Imran Pambudi, MPHM, Kasubdit TBC Kementerian Kesehatan yang menilai pentingnya kerjasama antar kementerian dan lembaga selain Kemenkes.  Saat ini, terdapat 842 ribu penderita TBC di Indonesia dan setiap harinya ada 300 orang meninggal akibat TBC (WHO, 2018).

Penyakit tuberkulosis atau TBC bukanlah masalah kesehatan semata. "Banyak faktor lain yang memengaruhi penularan dan kesembuhan pasien TBC, terutama faktor sosial dan ekonomi," kata dr. Imran.

Penemuan kasus-kasus TBC di Indonesia adalah hasil kerja keras petugas TBC di seluruh layanan dan fasilitas kesehatan. Hal ini juga tidak lepas dari peran komunitas dan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) seperti 'Aisyiyah yang senantiasa mengedukasi, kampanye  ke masyarakat. 

Tuti Alawiyah, PhD, Program Manager PR TB Aisyiyah, dalam keterangan tertulisnya, Jumat {8/11) menyampaikan keterlibatan kader TBC Aisyiyah memiliki peran signifikan dalam penanggulangan TBC di masyarakat. Kedekatan para kader Áisyiyah dengan masyarakat mendukung terlaksananya program penjangkauan terhadap pasien di lokasi program Áisyiyah di 14 Provinsi dan 130 kabupaten/kota di Indonesia. 

Seminar yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang jatuh pada 12 November tersebut juga dihadiri Dr. Diah Rini Lesmawati, dari Direktorat PSPKKM Kementerian Sosial (Kemensos). Menurutnya, setiap penyakit memiliki dampak sosial baik pada pasien, maupun keluarga termasuk TBC. Selain itu stigma buruk dan diskriminasi pada pasien TBC juga masih ada.

Muhammad Amin Tohari, Kepala Program Studi Kesejahteraan Sosial UMJ menegaskan perlunya peningkatkan peran Perguruan Tinggi dalam penanggulangan TBC. Termasuk memberikan edukasi terkait TBC kepada mahasiswa calon pekerja sosial, agar dapat turut serta menanggulangi TBC.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement