Senin 11 Nov 2019 10:55 WIB

Kemenristek Ingin PLTN Segera Dimulai

Menristek meminta Batan harus siap bila pemerintah menyatakan go nuclear.

Red: Budi Raharjo
Kolam reaktor riset nuklir di reaktor serba guna G.A. Siwabessy milik Badan Tenaga Atom (BATAN), Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (23/4).
Foto: Antara/BNPT/RN
Kolam reaktor riset nuklir di reaktor serba guna G.A. Siwabessy milik Badan Tenaga Atom (BATAN), Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (23/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) menyatakan keseriusannya dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sebagai opsi kebutuhan energi. Pemanfaatan nuklir untuk pembangkit listrik diharapkan bisa direalisasikan secepatnya.

Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Muhammad Dimyati mengatakan, pemerintah telah lama melakukan riset teknologi nuklir untuk kesehatan, pangan, maupun energi. Karena itu, kata dia, jika teknologi nuklir untuk energi tidak segera didorong, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan dapat melonjak lebih dari saat ini.

Baca Juga

"Ini momentumnya (pengembangan PLTN). Kalau tidak sekarang, akan tertinggal kita nantinya," ujar Dimyati, Ahad (10/11).

Pernyataan Dimyati ini juga berkaitan dengan pernyataan Menris tek dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro terkait opsi PLTN. Bambang menilai, PLTN harus tetap disiapkan untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan listrik masa depan meski menjadi opsi terakhir.

Dimyati beralasan, pengembangan PLTN saat ini adalah momentum karena kebutuhan akan energi untuk masa depan sangat tinggi. Sementara itu, kata dia, saat ini Indonesia akan kekurangan pasokan. Di sisi lain, bahan bakar berbasis fosil sebagai penghasil listrik ketersediaannya kian menipis.

Menurut Dimyati, opsi pengembangan PLTN sudah didorong sejak menristek era sebelumnya. Apalagi, kata dia, Menristek Bambang Brodjonegoro saat ini serius untuk mengembangkan PLTN. Dia berharap, rencana besar ini bisa segera direalisasikan.

Dia menyebut, sumber daya manusia Indonesia secara teknis telah siap mengembangkan PLTN. Di lain sisi, Dimyati mengaku ada beberapa pihak asing yang berminat untuk membantu. Dia juga menyebut, regulasi yang ada saat ini sedang dalam proses revisi. "Semoga beberapa tahun ke depan kita segera dapat memulainya," ujar dia.

Dimyati menambahkan, secara paralel juga telah disiapkan beberapa tempat yang memungkinkan untuk pembangunan PLTN. Di antaranya adalah Bangka Belitung dan Kalimantan Tengah. "Lokasi Kalteng sedang mendapatkan keseriusan penyiapannya," ujar dia.

Kendati demikian, di tengah berbagai penyiapan pemanfaatan nuklir, Dimyati juga mengungkap fokus pengembangan energi terbarukan lainnya tetap berjalan. "Selain masih fosil dan juga solar energi," kata dia.

Menristek Bambang sebelumnya mengatakan, opsi PLTN harus tetap disiapkan untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan listrik masa depan. "Kita harus bangun pembangkit listrik tenaga nuklir dan kita bangun jauh di lokasi dari gempa, yaitu di Kalimantan karena risiko gempanya kecil sekali," ujar Bambang.

Menristek mendorong Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk terus menyiapkan teknologinya sekaligus memastikan operasi PLTN nantinya bisa berlangsung dengan aman, baik untuk konsumsi maupun operasi.

photo
Peninjau melihat kolam reaktor riset nuklir di reaktor serba guna G.A. Siwabessy milik Badan Tenaga Atom (BATAN), Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (23/4).

Berpengalaman

Batan mengaku, memiliki SDM mumpuni dan pengalaman dalam menyiapkan PLTN. Batan menyatakan siap jika sewaktu-waktu diminta memanfaatkan teknologi nuklir untuk pembangkit listrik.

Kepala Bagian Humas Batan, Purnomo, mengaku, Menristek meminta Batan harus siap bila kelak pemerintah menyatakan go nuclear. Terkait hal ini, Batan sudah mempunyai pengalaman dalam penyiapan PLTN, seperti di Jepara dan Kepulauan Bangka. "Jadi, Batan sudah siap," ujar dia.

Purnomo mengatakan, pemerintah menetapkan rencana strategis (renstra), pembangunan PLTN dimulai pada 2020. Kendati demikian, di dalam prioritas riset nasional (PRN) pada rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) memang tidak disebutkan berapa kapasitas sebuah PLTN, tapi tertulis prototipe PLTN skala komersial.

Dia mengatakan, koordinasi mengenai hal ini di tingkat antarlembaga sudah mulai diinisiasi. Setelah koordinasi dan harmonisasi, pembangunan membutuhkan waktu selama 7-8 tahun. Fase membangun PLTN dimulai dari pra studi terlebih dahulu, setelah itu melakukan studi mulai dari studi tapak, studi kelayakan hingga membangun PLTN.

"Karena, keselamatan menjadi faktor yang sangat penting dalam membangun PLTN," ujar dia. (fauziah mursid/rr laeny sulistyawati, ed: mas alamil huda)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement