Rabu 27 Nov 2019 20:15 WIB

Tantangan Bagi Guru pada Era Milenial

Bagi guru milenial harus memiliki kepekaan perubahan zaman dan mampu berinovasi

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Guru mengajar (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Guru mengajar (ilustrasi)

Dalam tradisi Jawa, istilah Guru merupakan akronim dari biso digugu lan biso ditiru, artinya bisa dipercaya ucapan dan prilakunya. Dari penjelasan tersebut  seorang guru merupakan orang yang dianggap mampu menjadi panutan dalam bersikap dan berbudi pekerti yang baik dengan didasari pengetahuan yang ia miliki sehingga profesi ini sangat terhormat dan bermartabat.

Di era globalisasi yang dilengkapi media teknologi canggih seperti saat ini, seorang guru yang baik harus dapat dipercaya dalam memberikan informasi-informasi yang terkini atau update bukan hoax atau berita bohong. Untuk mengakses data, baik yang berkaitan dengan hukum sebuah permasalahan atau problematika kehidupan harus hati-hati, tak asal mendengar ceramah dari youtube, atau membaca sebuah artikel, sudah berani mengeluarkan sebuah fatwa hukum, atau sudah merasa paling menguasai segala-galanya. 

Hal ini bertujuan agar terhindar dari pemahaman yang dangkal atau pun pemahaman yang setengah-setengah, maka diperlukan belajar langsung, walaupun secara online dengan seorang guru yang akan mengarahkan ke jalan kebenaran, serta menambah keberkahan ilmunya, semakin berkembang, dan banyak manfaatnya.

Untuk mewujudkannya maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, harus memiliki kepekaan akan perubahan zaman dengan melek atau sedikit mengerti perkembangan teknologi sehingga tak ketinggalan informasi.

Kedua, mampu berinovasi dalam mentransfer knowledge (pengetahuan) kepada siswa-siswinya. Tanpa adanya inovasi maka guru akan cepat tereleminasi sehingga dampaknya akan diremehkan siswa-siswinya.

Disamping hal-hal diatas, ada sesuatu yang lebih penting bagi seorang guru yaitu mampu menjadi panutan, teladan dalam bersikap, berakhlak baik. Tanpa adanya suri tauladan yang baik niscaya ilmu yang disampaikan kurang bermakna serta ilmu yang diberikan kurang bermanfaat.

Penting kiranya seorang guru meresapi  peribahasa ini "guru kencing berdiri, murid kencing berlari" sehingga menjadi inspirasi bagi dirinya bahwa seorang guru harus memiliki akhlak terpuji sehingga hidupnya tahan uji.

Bila hal ini tak menjadi perhatian menarik pada dirinya maka peribahasa ini akan berganti menjadi "guru kencing berdiri, murid mengencingi gurunya"

Ada banyak penyebab orang yang belajar dan mengajar bertahun-tahun tapi tak mendapatkan keberkahan ilmu. Syeh Zarnuji dalam Ta’lim al-Mutaallim menjelaskan penyebab orang terhalang mendapatkan ilmu yang bermanfaat diantaranya adalah salah dalam niat belajar, ia berniat untuk mencari dunia semata tak ada tujuan untuk mencari Ridha-Nya. Begitu juga orang yang tak menghormati gurunya maka ilmunya terhalang manfaatnya.

Abu al-Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al-Ghafilin juga menjelaskan penyebab orang belajar namun tak mendapatkan manfaatnya.

ﺃPertama, Allah telah memberikan nikmat yang banyak sekali kepadamu namun tak kau mensyukurinya. Kedua, Ketika engkau berbuat kesalahan tak bersegera bertaubat. Ketiga, tak mengamalkan ilmu yang telah diperoleh. Keempat, Engkau selalu berkumpul dengan orang-orang mulia, tapi engkau tak mengikuti jejak kebaikannya.

Kelima, Engkau selalu ikut menguburkan orang yang meninggal tetapi engkau tak mengambil ibrah atau pelajaran darinya.

Dari sini, seorang guru harus dituntut menjadi agent of change (agen perubahan) terhadap siswa-siswinya menuju kea rah yang positif serta selalu mampu merespon perubahan kehidupan.

Pengirim: Moh Afif Sholeh, Guru Bahasa Arab SMA Islam Cikal Harapan 1 BSD

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement