Selasa 10 Dec 2019 03:11 WIB

Dua Gajah Sumatra Berkeliaran Dekat Mapolsek Mandau di Riau

Diduga aktivitas gajah liar itu akibat hutan yang jadi habitatnya semakin hilang.

Red: Andri Saubani
Gajah liar Sumatera bernama Seruni (40 Tahun) melahirkan seekor anak yang belum diketahui kelaminnya di komplek Hutan Talang, Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja, Riau.
Foto: dok. KLHK
Gajah liar Sumatera bernama Seruni (40 Tahun) melahirkan seekor anak yang belum diketahui kelaminnya di komplek Hutan Talang, Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja, Riau.

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Dua ekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) liar, yang merupakan induk dan anaknya, berkeliaran sangat dekat dengan Markas Kepolisian Sektor Mandau di daerah Duri Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Diduga aktivitas gajah liar itu akibat hutan yang jadi habitatnya semakin hilang.

Direktur Program Rimba Satwa Foundation (RSF), Zulhusni, di Duri, Senin (9/12) mengatakan, dua satwa bongsor tersebut diberi nama Seruni dan Rimba. Keduanya kini sulit mendapat pakan karena hutan alam berubah fungsi akibat aktivitas manusia.

"Jaraknya hanya 50 meter, dekat sekali sampai masuk ke pekarangan Polsek (Mandau) untuk makan karena ada pohon tebu dan jagung," kata Zulhusni, Senin.

Zulhusni menjelaskan, Seruni merupakan induk betina dari Rimba, yang diperkirakan baru berusia 1,5 tahun. Mereka merupakan bagian dari kelompok besar gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) di kantong Balai Raja yang berstatus kawasan suaka margasatwa.

Kelompok gajah tersebut terpencar, sebagian besar pindah ke Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil (GSK) pada 2015 dan tidak kembali lagi ke Balai Raja. Sebelumnya ada tiga gajah tersisa di Balai Raja, yakni Seruni, Rimba dan Dita yang kakinya buntung terkena jerat. Namun, pada Oktober 2019, gajah Dita ditemukan mati akibat infeksi dari luka di kakinya.

"Aktivitas di Balai Raja semakin ramai karena pembangunan jalan tol, jalan lingkar luar, dan perkebunan ubi atau singkong. Hutan-hutan kecil tempat mereka (gajah) istirahat sekarang jadi kebun ubi, sehingga mereka semakin terdesak," katanya.

Ia mengatakan, aktivis dari RSF dan Hipam terus memantau pergerakan dua gajah liar tersebut. Karena jumlahnya hanya dua individu, kerugian masyarakat dari kerusakan di kebun tidak begitu banyak, namun di dekat fasilitas perusahaan PT Chevron di Duri, mereka terlihat merusak pagar.

"Kami terus memantau mereka," kata Zulhusni.

Sebelumnya, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau menyatakan, akan mempertahankan hamparan Hutan Talang di Kabupaten Bengkalis dari proyek pembangunan jalan. Alasannya, kawasan itu sangat penting bagi keberlangsungan satwa gajah sumatera di kantong gajah Balai Raja.

"Total Hutan Talang yang tersisa di sana itu tinggal 350 hektare, itu termasuk kawasan konservasi dan hutan yang masuk area PT Chevron," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono di Pekanbaru, pada Maret 2019.

Hutan Talang yang tersisa terdiri dari Suaka Margasatwa Balai Raja, kondisinya memprihatinkan karena banyak berubah menjadi permukiman, kebun kelapa sawit bahkan ada perkantoran pemerintahan. Suharyono mengatakan, Pemkab Bengkalis berencana untuk membangun jalan lingkar barat Duri, yang akan membelah Hutan Talang tersisa melintasi area Chevron.

BBKSDA Riau menolak rencana tersebut karena hamparan Hutan Talang yang tersisa juga menjadi daerah lintasan (homerange) gajah sumatera. Ia menyarankan, pembangunan jalan lingkar itu melingkari area Hutan Talang yang tersisa, bukan membelahnya.

"Kami berencana untuk menjadikan hamparan Hutan Talang yang pusat konservasi gajah sumatera di Riau," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement