Jumat 17 Jan 2020 01:21 WIB

Frekuensi Konflik Gajah-Manusia Meningkat

BKSDA Aceh mencatat frekuensi konflik gajah dengan manusia meningkat

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
BKSDA Aceh mencatat frekuensi konflik gajah dengan manusia meningkat. Ilustrasi.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
BKSDA Aceh mencatat frekuensi konflik gajah dengan manusia meningkat. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mencatat frekuensi konflik antara gajah liar Sumatera dengan masyarakat di Aceh terus meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Bahkan BKSDA mencatat ada 38 ekor gajah mati.

Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, mengatakan konflik satwa liar dengan manusia tersebut terjadi tidak terlepas dari habitatnya yang semakin terganggu. Menurut dia, habitat gajah semakin berkurang. Bahkan sebanyak 85 persen populasinya telah berada di luar kawasan konservasi dan juga ada yang di luar kawasan hutan.

Baca Juga

"Konflik satwa tidak terlepas habitat sudah terganggu,” katanya dalam diskusi bertema Gajah Sumatera Nasibmu Kini yang digelar Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) di Banda Aceh, Kamis.

Dia menyebut berdasarkan data konflik gajah liar di Aceh dalam kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada 2016 tercatat ada 39 kali konflik satwa bertubuh besar itu dengan manusia. Kemudian pada 2017 terdapat sebanyak 103 kali konflik, dan sempat turun di 2018 menjadi 73 kali konflik, hingga akhirnya kembali naik menjadi 107 konflik pada 2019.

"Konflik satwa semakin meningkat selama lima tahun terakhir. Meningkat ini juga ditambah tidak ada strategi khusus penanganan konflik,” ujarnya.

Sedangkan data kematian gajah tercatat dari 2016 hingga 2020 terdapat 38 ekor gajah mati. Penyebabnya sebanyak 74 persen karena konflik, kemudian 14 persen karena perburuan, dan 12 persen mati alami. “Harapan saya ke depan dapat kita sosialisasikan agar dapat meminimalisir konflik gajah,” kata Agus.

Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Muhammad Daud, mengatakan tidak benar pembiaran terhadap perlindungan satwa liar provinsi setempat. Menurutnya Pemerintah Aceh bahkan telah membuat sejumlah regulasi, termasuk qanun (perda) tentang pengelolaan satwa liar yang masih menunggu penomoran dari Kemendagri RI.

“Tidak benar ada pembiaran, pemerintah sudah membuat sejumlah regulasi,” ujarnya.

Bahkan, kata dia, pemerintah sangat berkomitmen untuk terus menjaga hutan Aceh seluas 3,5 juta hektare. Karena dengan menjaga hutan dapat mencegah terjadinya konflik satwa dilindungi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement