Jumat 17 Jan 2020 14:39 WIB

Jadi Dewan Pengarah Pembangunan Ibu Kota Baru, Tony Blair Punya Organisasi Bantu Negara Berkembang

Indonesia pinang Mantan PM Inggris Tony Blair sebagai anggota dewan pengarah pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur. Blair memiliki organisasi nirlaba yang kerap membantu negara-negara berkembang di seluruh dunia.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture.alliance/ZUMAPRESS/R. Pinney
picture.alliance/ZUMAPRESS/R. Pinney

Pemerintah melalui Menkomaritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru saja mengungkap tiga figur internasional yang ditunjuk menjadi dewan pengarah pembangunan ibu kota baru. Salah satu nama yang menarik perhatian adalah Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair yang didapuk sebagai anggota dewan pengarah.

Belum terlalu jelas apa alasan pemerintah menunjuk Tony Blair masuk sebagai anggota dewan pengarah pembangunan Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur bernilai sekitar US$31 miliar tersebut. Luhut hanya menyebutkan bahwa kehadiran Tony Blair diperlukan karena pemerintah ingin ada figur internasional.

"Kita ingin ada figur internasional lah di situ," ujar Luhut saat ditemui usai menghadiri diskusi di Hotel Mulia, Rabu (15/01), seperti dilansir dari Tempo. Sementara, Tony Blair yang menjabat Perdana Menteri Inggris dari 1997-2007 sampai saat ini belum memberikan pernyataan publik terkait penunjukkan dirinya sebagai anggota dewan pengarah pembangunan ibu kota baru Indonesia.

Organisasi nirlaba milik Blair bantu negara berkembang

Usai menjabat Perdana Menteri Inggris selama 10 tahun, Blair pada 2017 mendirikanTony Blair Institute for Global Change , yaitu sebuah organisasi nirlaba yang ia gambarkan sebagai "platform kebijakan baru untuk mengisi ruang terbuka yang luas dalam politik", demikian seperti dikutip dari The Week, sebuah outlet berita dari Inggris.

Melalui keterangan yang ditampilkan di laman resminya, organisasi ini menawarkan kerja sama dengan pemerintah dan pemimpin negara-negara berkembang untuk meningkatkan efektivitasnya.

"Misi kami adalah membantu pemerintah dan para pemimpin mewujudkan visi mereka untuk pembangunan menjadi kenyataan", tulis keterangan dari web tersebut. "Ini termasuk pengembangan ekonomi dan pertumbuhan yang inklusif, penciptaan lapangan kerja, modernisasi infrastruktur, reformasi layanan publik, dan inovasi pemerintah".

Dalam satu dekade terakhir, organisasi milik Blair ini telah bekerja untuk 20 negara di seluruh dunia, antara lain Ethiopia dan Kenya.

Di Ethiopia, organisasi milik Blair membantu pemerintah Ethiopia meningkatkan investasi asing maupun lokal dengan mendirikan industri perintis yang mendukung BUMN Ethiopia, serta menjadi konsultan dalam koordinasi program penciptaan lapangan kerja.

Sementara di Kenya, organisasi ini membantu pemerintah membangun sistem serta struktur untuk memantau kemajuan pembangunan infrastruktur seperti pembangkit listrik, jalan dan jalur kereta api yang menghubungkan Nairobi dan Mombasa.

Kontroversi Blair

Pada Juli 2016, Kebijakan Blair yang berujung pada terjadinya Perang Irak dan perannya atas keterlibatan Inggris dalam konflik itu mendapat kecaman dengan dikeluarkannya Laporan Chilcot. Laporan itu merupakan hasil temuan dari tujuh tahun penyelidikan tentang peran Inggris dalam perang Irak.

Penyelidikan itu diluncurkan pada tahun 2009 oleh Perdana Menteri Brown dan dipimpin oleh Sir John Chilcot, seorang pegawai negeri sipil. Bukti-bukti penyelidikan didapat dari keterangan 150 saksi - termasuk Blair yang memberikan kesaksian sebanyak dua kali, dan sekitar 150.000 dokumen, yang diantaranya merupakan komunikasi antara Blair dan Mantan Presiden AS, George W. Bush.

Seperti dilansir dari situs Britannica yang menulis biografi Tony Blair, laporan berisi 2,6 juta kata itu disebut tidak memberikan penilaian apa pun tentang kesalahan hukum Blair atas tindakan perang. Laporan itu hanya menyimpulkan bahwa Blair telah membawa Inggris melakukan invasi militer ke Irak, sebelum semua opsi damai untuk pelucutan senjata benar-benar habis.

Laporan itu juga menyajikan gambaran bahwa Blair dinilai terlalu percaya diri mampu mempengaruhi Bush terkait invasi ke Irak. Blair dinilai bersedia membawa Inggris berperang di samping AS meskipun ia gagal memperingatkan Bush akan kerugian yang akan ditimbulkan oleh perang. Blair juga dinilai tidak mampu membujuk Bush akan perlunya persetujuan penuh dari Dewan Keamanan PBB untuk melakukan invasi ke Irak.

Tidak lama setelah laporan tersebut dirilis, Blair pun memberikan tanggapannya. Blair mengklaim bahwa laporan itu justru menjelaskan bahwa dirinya tidak membuat "komitmen rahasia perang apapun" dengan Bush, dan minta tuduhan niat buruk, kebohongan dan tipu daya kepada dirinya dihentikan. Ia mengatakan bahwa keputusannya mengambil tindakan militer melawanSaddam Hussein, diambil dengan "itikad baik", dan diyakini sebagai "kepentingan terbaik bagi negara".

gtp/vlz (dari berbagai sumber)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement