Senin 20 Jan 2020 23:48 WIB

Pembangunan Kilang Jadi Peluang Kemandirian Manufaktur

Pertamina mempercepat pembangunan kilang di beberapa wilayah senilai Rp 800 triliun

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementrian Perindustrian Harjanto (kanan) bersama Dirut Pertamina Nicke Widyawati (kedua kanan), Dirut Barata Indonesia Fajar Harry Sampurno (ktengah) dan Dirut Krakatau Steel Silmy Salim (kedua kiri) serta Direktur Megaproyek Pengelolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang (kiri) mengunjungi galeri projek pengembangan kilang Pertamina sebelum penandatangan komitmen bersama di Workshop Barata Indonesia, Gresik, Jawa Timur, Senin (20/1/2020).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementrian Perindustrian Harjanto (kanan) bersama Dirut Pertamina Nicke Widyawati (kedua kanan), Dirut Barata Indonesia Fajar Harry Sampurno (ktengah) dan Dirut Krakatau Steel Silmy Salim (kedua kiri) serta Direktur Megaproyek Pengelolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang (kiri) mengunjungi galeri projek pengembangan kilang Pertamina sebelum penandatangan komitmen bersama di Workshop Barata Indonesia, Gresik, Jawa Timur, Senin (20/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK -- PT Pertamina (Persero) menyampaikan bahwa pembangunan kilang yang tersebar di beberapa lokasi dengan nilai investasi sekitar Rp 800 triliun merupakan peluang besar bagi kemandirian industri manufaktur nasional.

"Kesempatan ini harus ditangkap karena proyek sebesar ini tidak akan pernah terjadi lagi kapan pun dan di belahan dunia mana pun," ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam sambutan penandatanganan kerja sama program percepatan pembangunan kilang PT Pertamina di Gresik, Jawa Timur, Senin (20/1).

Pihaknya terus mempercepat pembangunan kilang sekaligus mengoptimalkan keterlibatan industri dalam negeri pada proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR) melalui pembentukan Tim Percepatan Pembangunan Kilang PT Pertamina (Persero) (TP2KP).

Sesuai Keputusan Menteri BUMN No. 284 tanggal 22 November 2019, TP2KP beranggotakan empat BUMN, yaitu Pertamina sebagai ketua tim dan PT Barata Indonesia, PT Rekayasa Industri (Rekind) dan PT Krakatau Steel.

Nicke memaparkan proyek RDMP dan GRR Pertamina itu tersebar di beberapa lokasi, yakni Dumai, Plaju, Cilacap, Balongan, Balikpapan, Tuban, dan wilayah lainnya di Indonesia timur sudah berjalan sampai 2027. Ia menambahkan proyek itu memerlukan pembangunan fasilitas penunjang lainnya, seperti storage dan kapal.

"Hal itu menjadi kesempatan langka bagi industri dalam negeri karena menciptakan kebutuhan yang banyak," ucapnya.

Menurut Nicke, pengadaan peralatan merupakan salah satu porsi terbesar yang berpengaruh pada percepatan pembangunan kilang Pertamina sehingga diperlukan peningkatan peran industri manufaktur dalam negeri.

Ia mengatakan meningkatnya peran serta industri manufaktur dalam negeri secara tidak langsung akan mendukung program Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dicanangkan pemerintah.Ia mengemukakan pada RDMP Balikpapan persentase TKDN akan mencapai 35 persen, sedangkan pada RDMP Cilacap, GRR Tuban, dan Integrated Refinery and Petchem Balongan mencapai 50 persen.

Bahkan, lanjut dia, pada RDMP Balongan Tahap II, TKDN hingga 60 persen, RDMP Balongan Tahap I dan RDMP dan GRR di wilayah Indonesia timur persentasenya antara 70-90 persen. "Dalam setiap pengembangan dan pembangunan proyek kilang, Pertamina memastikan adanya penggunaan produk atau jasa dari dalam negeri dengan persentase yang bervariasi untuk tiap lokasi proyek," katanya.

Untuk mengoptimalkan pelibatan industri, Nicke mengatakan, melalui TP2KP, Pertamina akan bersinergi dengan PT Barata Indonesia selaku Ketua Tim Percepatan Pengembangan Industri Manufaktur dan didukung PT Rekayasa Industri, PT Krakatau Steel, dan terutama Asosiasi Fabrikator Indonesia (AFABI).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement